Oleh : Bening Arumsari
Editor : Ida Bastian
Presiden Jokowi meneken Undang-Undang (UU) Nomor 13 Tahun 2022 yang merupakan perubahan kedua atas UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (PPP). UU ini ditandatangani oleh Presiden Jokowi pada Kamis 16 Juni 2022.
Peraturan Perundang-undangan mencakup tahapan perencanaan, penyusunan, pembahasan, pengesahan atau penetapan, dan pengundangan. PPP merupakan syarat dalam rangka pembangunan hukum nasional. Pelaksanaannya sendiri harus dilakukan secara terencana, terpadu, dan berkelanjutan dalam sistem hukum nasional yang menjamin perlindungan hak dan kewajiban segenap Rakyat Indonesia.
UU No. 13 Tahun 2022 lahir sebagai tindak lanjut Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 91/PUU-XVII/2020 mengenai Pengujian Formil Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020. Tujuan pengesahan UU ini adalah untuk memperbaiki kesalahan teknis setelah persetujuan bersama antara DPR dan Presiden dalam rapat paripurna sebelum pengesahan dan pengundangan, membentuk peraturan perundang-undangan secara elektronik, serta mengubah sistem pendukung dari peneliti menjadi pejabat fungsional lain yang ruang lingkup tugasnya terkait dengan pembentukan peraturan perundang-undangan.
Tujuan selanjutnya adalah untuk mengubah teknik penyusunan naskah akademik dan penyusunan peraturan perundang-undangan. Selanjutnya adalah dengan menambahkan metode omnibus, dan untuk memperkuat keterlibatan dan partisipasi masyarakat yang bermakna.
Metode omnibus dalam UU PPP ini berada di Pasal 42A dengan bunyi Penggunaan metode omnibus dalam penyusunan suatu Rancangan Peraturan Perundang-undangan harus ditetapkan dalam dokumen perencanaan. Metode omnibus yang dimaksud di sini adalah metode Penyusunan Peraturan Perundang-undangan dengan beberapa kriteria.
Kriteria penyusunan Peraturan Perundangan-undangan dengan metode omnibus diatur dalam Pasal 64 ayat 1b, dimana dalam metode penyusunan harus memuat materi muatan baru. Selanjutnya mengubah materi muatan yang memiliki keterkaitan dan/atau kebutuhan hukum yang diatur dalam berbagai peraturan yang jenis hierarkinya sama, serta mencabut Peraturan Perundang-undangan yang jenis dan hierarkinya sama dengan cara menggabungkannya.
UU PPP ini juga memperbolehkan perbaikan pada RUU yang telah disetujui jika terdapat kesalahan di dalamnya. Kesalahan yang dimaksud di sini adalah kesalahan teknis penulisan, yang perbaikannya memerlukan mekanisme tersendiri. Hal ini sesuai dengan ketentuan pada pasal 72 ayat 1a.
Penguatan keterlibatan masyarakat juga menjadi intisari dari UU No. 13 Tahun 2022. Penguatan keterlibatan dan partisipasi masyarakat dalam Pasal 96 dijelaskan dengan masyarakat berhak memberi masukan dalam tahapan pembentukan UU secara lisan, tulisan, daring maupun luring. Pemberian aspirasi dari masyarakat ini dapat menjadi salah satu langkah efektif agar UU yang disahkan sesuai dengan kebutuhan dan dapat terlaksana secara optimal.
Kebijakan Presiden Jokowi meresmikan UU No. 13 Tahun 2022 ini harus diapresiasi oleh masyarakat. UU ini menjawab tantangan dalam pembentukan peraturan perundang-undangan dengan metode yang pasti, baku dengan standar yang mengikat. Semoga UU ini dapat menjadi cara tepat untuk mewujudukan sistem hukum nasional yang menjamin perlindungan hak dan kewajiban segenap Rakyat Indonesia sesuai UUD 1945.
)* Penulis adalah Kontributor untuk Pertiwi Institute