Oleh : Dinda Saputri
Editor : Ida Bastian
Portalinsonews.com – Indonesia sebagai negara emerging country yang masuk sebagai anggota G20, perlu melanjutkan dan memperkuat partisipasinya untuk mewarnai kebijakan globalisasi yang tidak hanya didominasi oleh negara-negara besar. G20 merupakan kelompok forum utama kerja sama ekonomi internasional yang beranggotakan negara-negara dengan perekonomian besar di dunia yang terdiri dari 19 negara dan 1 lembaga Uni Eropa. Oleh karena itu, kebijakan yang dihasilkan oleh G20 menjadi relevan bepengaruh terhadap pengambilan keputusan.
Dalam G20 terdapat dua pilar pembahasan, yaitu pilar keuangan (Finance Track) serta pilar terkait isu-isu ekonomi dan pembangunan nonkeuangan (Sherpa Track). Setiap pilar dimaksud memiliki kelompok kerja yang disebut Working Groups, salah satunya terkait kebijakan pajak.
Pengamat ekonomi Universitas Udayana Bali, I Nyoman Mahaendra Yasa mengatakan rangkaian kegiatan G20 membuat banyak warga negara asing yang datang ke Bali, baik sebagai wisatawan, media maupun perwakilan delegasi negara peserta sehingga dapat meningkatkan penerimaan negara dari sektor pajak maupun devisa negara. G20 telah memacu Organisasi Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi atau Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) untuk mendorong pertukaran informasi terkait pajak untuk mengakhiri penghindaran pajak.
Menurut Mahaendra, sebagai anggota forum G20, Indonesia mendapatkan manfaat dari informasi dan pengetahuan lebih awal tentang perkembangan ekonomi global, potensi risiko yang dihadapi, serta kebijakan ekonomi yang diterapkan negara lain terutama negara maju. Dengan demikian, Indonesia mampu menyiapkan kebijakan ekonomi yang tepat dan terbaik. Selain itu, Indonesia juga dapat memperjuangkan kepentingan nasional dengan dukungan internasional melalui forum G20.
Deputi Bidang Koordinasi Kerja Sama Ekonomi Internasional Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Dr. Ir. Rizal Affandi Lukman, MA menjelaskan salah satu manfaat Indonesia dalam keanggotaan G20 adalah menjadi sarana strategis untuk mengekstrapolasikan kepentingan nasional melalui diplomasi ekonomi serta menampilkan berbagai capaian domestik yang selama ini ada. Keanggotaan pada G20 telah menempatkan Indonesia sebagai salah satu pemain kunci dalam perekonomian global yang ikut menentukan kerangka kebijakan perekonomian di dunia ini. Penilaian itu didasarkan kepada indikator bahwa sebagai satu-satunya negara ASEAN yang ada di G20, Indonesia dapat memperkuat posisi kepemimpinan di kawasan dan menjadi jembatan bagi suara kolektif negara-negara ASEAN lainnya.
Mantan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) dan Wakil Menteri Luar Negeri yang terpilih sebagai Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keungan (OJK) menjelaskan bahwa lndonesia memiliki peran yang konkrit di forum G20 dan mewujudkan aspirasi serta cita-cita bangsa Indonesia yang tertuang dalam UUD 1945. Peran strategis Indonesia sebagai pemegang Presidensi G20 menjadi peluang untuk menunjukan kepada dunia atas pengelolaan krisis yang baik sekaligus menjadi teladan negara-negara lain di tengah badai krisis yang melanda dunia melalui reformasi besar dengan disahkannya Undang-Undang Cipta Kerja, seperti pertumbuhan ekonomi, penciptaan lapangan kerja dan lain sebagainya.
Sementara itu, Direktur Jenderal Kekayaan Negara (DJKN) Kementerian Keuangan, Rionald Silaban menekankan G20 berperan sebagai sarana mendorong optimalisasi pendapatan negara dan memperkuat postur anggaran pemerintah. Hal ini dapat tercipta melalui kesepakatan pertukaran informasi perpajakan secara otomatis (Automatic Exchange of Information atau AEoI).
Rionald menambahkan bahwa keikutsertaan Indonesia pada G20 tahun ini juga dimanfaatkan oleh Pemerintah Indonesia untuk berbagi pengalaman dalam mengelola transformasi digital. Ini sejalan dengan usaha pemerintah dalam rangka meningkatkan pendapatan masyarakat yang pada gilirannya akan mempersempit disparitas ekonomi, mendorong pemerataan, meningkatkan literasi digital dan mengakselarasi usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM).
Menteri Komunikasi dan Informatika, Johnny Gerard Plate, S.E. mengatakan bahwa Presidensi G20 Indonesia menjadi momentum bagi pemerintah untuk mengembangkan transformasi digital inklusif. Kesempatan Indonesia sebagai negara berkembang untuk menyeimbangkan diskusi yang didominasi oleh negara-negara maju atau negara-negara industri, guna membangun tata kelola dunia yang lebih adil. Indonesia akan mengusung beragam deliverables dalam bentuk pengayaan isu, diskusi kebijakan, serta tangible output untuk mendorong pengembangan sektor digital Indonesia.
Menteri Johnny menyampaikan untuk mewujudkan target tersebut Indonesia mengambil strategi kolaborasi di level internasional dan nasional. Di level internasional, Digital Economy Working Group (DEWG) menjadi sarana diskusi dan potensi kerja sama dengan negara-negara anggota G20 maupun organisasi-organisasi internasional. Sementara di level nasional, DEWG G20 berkolaborasi dengan kementerian dan lembaga pengampu working group dan engagement group G20, akademisi, pelaku industri, serta pemangku kepentingan lainnya. Upaya ini dilakukan dengan mengembangkan tata kelola digital yang lebih adil dengan diskusi seimbang antara negara berkembang dengan negara maju atau industri. Indonesia akan memperjuangkan pengembangan sektor digital untuk Indonesia dan negara-negara berkembang.
Menurut Menteri Johnny, dengan melihat cross-border data flow, Indonesia membutuhkan satu protokol yang mengatur agar tata kelola data lintas batas negara, di mana data itu extrateritorial, extrajudicial, tidak saja berada dalam lingkungan batas negara tetapi menyeberang dari batas negara. Maka dibutuhkan protokol yang merupakan satu metode atau satu dokumen yang mengatur asas-asas penting cross-border data flow. meski asas reciprocity bukan hal yang mudah, tetapi Menteri Johnny menilai banyak negara menginginkan dan membolehkan data-data mitra sahabatnya masuk ke negaranya. Namun dengan membatasi data rakyat dan data negaranya untuk bisa atau menyeberang masuk ke negara-negara mitra.
Melalui G20, Indonesia memiliki kesempatan untuk merealisasikan kepentingan nasional khususnya dalam sektor transformasi ekonomi digital, exit strategy untuk mendukung pemulihan yang adil, scarring effect untuk mengamankan pertumbuhan masa depan, sistem pembayaran di era digital, keuangan berkelanjutan, inklusi keuangan, dan perpajakan internasional dengan dukungan internasional.
)* Penulis adalah kontributor Pertiwi Institute