Oleh : Rebeca Marian
Editor: Ida Bastian
Kelompok separatis dan teroris (KST) bertindak di luar batas dengan mengambil nyawa seorang tenaga kesehatan (nakes) dan menyakiti seorang balita. Perbuatan keji KST membuat masyarakat geram dan mendukung penegakan hukum terhadap gerombolan tersebut.
Salah satu masalah menahun di Papua adalah kelompok separatis dan teroris, yang bersama-sama dengan organisasi papua merdeka menebar teror di bumi cendrawasih. KST masih saja ingin membelot dan melakukan segala cara demi mencapai ambisinya, termasuk dengan kekerasan.
Pada tanggal 31 Maret 2022 jam 6.15 WIT, terjadi peristiwa berdarah di Kabupaten Yalimo, ketika KST menembak seorang bidan bernama Sri Lestari Indah Putri. Dalam peristiwa tragis itu, suami Sri yang bernama Sertu Eka Hasugian juga gugur setelah ditembak. Bukan hanya itu saja, anak mereka yang masih balita juga dianiaya.
Wakapendam XVII Cendrawasih Letkol Inf Candra Kurniawan menyatakan, “Balita yang merupakan anak dari Sertu Eka dipotong jari tangannya. Belum diketahui siapa yang melakukan tindakan keji itu (nama anggota KST). Saat ini, saksi-saksi masih dimintai keterangan di Polres Yalimo.
Keganasan KST membuat masyarakat amat geram karena tega membunuh seorang prajurit TNI. Padahal aparat adalah sahabat rakyat. Selain itu, mereka juga kesetanan dengan membunuh sang istri yang seorang tenaga kesehatan. Padahal bidan amat diperlukan kecakapannya karena sering membantu para mama di Yalimo yang akan melahirkan. Mendiang Sri juga menolong para pengungsi agar mereka tetap sehat.
Kekejian KST yang memotong jari tangan balita juga sudah di luar nalar. Memang ia masih selamat tetapi jarinya tidak bisa tumbuh lagi, dan kelak akan susah ketika belajar makan sendiri, menulis, dan lain-lain. Kasihan sekali sang balita, sudah jadi yatim piatu dan harus menghadapi kenyataaan bahwa ia seorang difabel.
Masyarakat mengecam kekejaman KST karena tega memotong jari anak kecil. Memang dulu sekali ada ritual potong ruas jari bagi warga asli Papua sebagai bentuk kesedihan jika ada anggota keluarganya yang meninggal. Akan tetapi, sang balita seharusnya tidak masuk hitungan, karena bukan orang asli Papua, karena orang tuanya adalah pendatang. Lagipula ritual seperti itu sudah tidak ada di era modern seperti sekarang.
Penembakan terhadap nakes juga amat disayangkan karena tenaganya amat dibutuhkan. Jika Rumah Sakit jauh maka bidanlah yang mendatangi rumah para mama dan akan menolong hingga ia melahirkan dengan selamat. Jika tidak ada bidan, bagaiana nasib para mama? Akan kasihan ekali karena harus mencri nakes lain dari wilayah yang jauh.
Selain itu, tugas bidan di Bumi Cendrawasih tidak hanya menolong untuk melahirkan, tetpi juga membantu pengobatan. Ketika seorang nakes dibunuh karena ia jadi istri prajurit, betapa sedihnya. KST sudah melakukan dosa yang sangat besar karena membunuh banyak orang dan menyengsarakan warga Papua.
Masyarakat berharap KST segera ditangkap dan penegakan hukumnya dilakukan dengan adil. Ini adalah kasus pembunuhan berencana dan ancaman hukumannya maksimal seumur hidup, bahkan bisa hukuman mati, tergantung dari kebijakan sang hakim. Aparat sedang mencari lagi anggota KST agar mereka tak lagi meresahkan masyarakat.
Kekejaman KST sudah sangat keterlaluan karena tega membunuh prajurit TNI, istrinya yang sorang bidan, dan melukai jari anak mereka. Jika ada nakes yang meninggal maka masyarakat amat berduka karena tenaga dan kecakapannya amat dibutuhkan. Masyarakat mendukung penuh penangkapan KST agar tidak lagi membuat kekacauan di Papua.
)* Penulis adalah mahasiswa Papua tinggal di Jakarta