Oleh : Muhammad Yasin
Editor : Ida Bastian
Pemerintah melalui kementerian terkait terus melakukan konsolidasi internal untuk mempercepat revisi Undang-Undang Cipta Kerja (UU Ciptaker). Upaya tersebut perlu mendapat dukungan luas masyarakat agar investor segera mendapat kepastian hukum secara resmi demi percepatan pemulihan ekonomi nasional di masa pandemi Covid-19.
Mahkamah Konstitusi (MK) telah memutuskan bahwa UU Ciptaker inkonstitusional bersyarat, hal ini membuat pemerintah memiliki batas waktu maksimal dua tahun sejak amar putusan dibacakan pada 25 November 2021. Apabila dalam waktu tersebut pemerintah dan DPR tidak kunjung melakukan perbaikan, UU Cipta kerja akan dinyatakan inkonstitusional secara permanen.
Atas dasar itulah, Direktur Riset Center of Reform on Economics (Core), Piter Abdullah mengatakan, jika UU Cipta Kerja batal tentu saja hal ini akan berdampak kepada investor dan terhambatnya investasi di Indonesia. Hal tersebut juga akan menimbulkan ketidakpastian serta merusak iklim investasi. Turunnya Investasi secara drastis tentu saja akan mengganggu pertumbuhan ekonomi.
Putusan MK sebetulnya tidak membatalkan UU Cipta Kerja, melainkan inkonstitusional secara bersyarat. Sehingga pemerintah mendapatkan kesempatan untuk memperbaiki UU Cipta kerja. Adapun perbaikan UU Cipta Kerja terkait dengan substansi dari beleid sapu jagad tersebut. Piter menilai bahwa selain substansi, prosedur penyusunan juga perlu perbaikan dalam kaitannya dengan pelibatan publik untuk memperbaiki UU Cipta Kerja. Pasalnya saat disahkan menjadi UU, banyak pihak yang merasa bahwa UU Cipta kerja kurang melibatkan partisipasi publik.
Perbaikan seluruh aspek memang diperlukan dalam revisi UU Cipta Kerja. Hanya saja, Piter menilai bukan artinya pembahasan atau penyusunan dilakukan mulai dari awal Terlepas dari pro dan kontra, dirinya menambahkan, UU Cipta Kerja amat diharapkan dapat memperbaiki iklim investasi, sehingga dapat menaikkan investasi yang pada gilirannya dapat mendorong pertumbuhan ekonomi.
Oleh karena itu, guna meningkatkan efektivitas UU Cipta Kerja, pemerintah hendaknya memperbaiki UU Cipta Kerja secara menyeluruh dan melibatkan sebanyak-banyaknya komponen masyarakat dalam proses perbaikannya.
Hingga kini pemerintah sudah mengeluarkan 45 Peraturan Pemerintah (PP) yang mengatur secara teknis tentang kemudahan perizinan berusaha, pemberdayaan koperasi dan UMKM, perpajakan, Bumdes, penyelenggaraan perumahan dan Kawasan permukiman dan rumah susun dsb. Semua aturan ini merupakan kepentingan dunia usaha dan tetap berlaku dengan demikian iklim usaha dan investasi akan tetap kondusif.
UU Cipta Kerja merupakan regulasi yang sangat ditunggu pemerintah. Sebab, perbaikan UU Cipta Kerja diharapkan dapat mempercepat pemulihan ekonomi nasional yang saat ini mendapat banyak tantangan dari perkembangan global. Melalui Undang-undang Cipta Kerja, pemerintah juga terus berupaya mendorong peningkatan investasi serta pertumbuhan ekonomi melalui reformasi regulasi di bidang perizinan berusaha. Reformasi tersebut ditujukan untuk menyelesaikan hambatan investasi, yakni panjangnya rantai birokrasi, peraturan yang tumpang tindih dan regulasi yang berbelit-belit.
Salah satu sisi positif UU Cipta Kerja adalah, kemudahan dalam membangun perusahaan, jika dulu membangun perusahaan dibutuhkan dana minimal Rp 50 juta, maka dengan adanya UU Cipta kerja, regulasi tersebut ditiadakan. Penerapan ini tentu saja menjadi upaya konkret pemerintah demi mepercepat pemulihan ekonomi di Indonesia.
Sementara itu, dalam surveinya BPS mengatakan, pada tahun 2030 nanti, setidaknya akan ada tambahan 52 juta penduduk usia produktif yang membutuhkan lapangan pekerjaan. Ironisnya justru saat ini Indonesia masih dihadapkan pada persoalan regulasi yang menghambat penyediaan lapangan kerja dalam jumlah besar.
Oleh karena itu, pemerintah melalui UU Cipta Kerja, sedini mungkin berupaya untuk mempermudah regulasi terkait dengan perizinan berusaha di Indonesia. Hal tersebut sangat positif untuk menciptakan iklim investasi yang kondusif, sehingga mampu menarik lebih banyak investor baik dari dalam maupun luar negeri. Tujuannya agar ekonomi kembali pulih dan bonus demografi tidak menimbulkan masalah.
Sebelumnya, ekonom dari Universitas Wijaya Kusuma Surabaya Profesor Ruswiyati Suryasaputra menyatakan, UU Cipta Kerja akan mengundang minat pelaku modal asing ke Indonesia untuk berinvestasi dalam sistem digital. Misalnya perusahaan mobil listrik Tesla dan toko online Amazon.
Meskipun UU Cipta Kerja mengalami revisi tetapi bukan berarti investasi akan berhenti. Namun revisi UU Cipta Kerja juga perlu dilakukan agar kelak UU Sapu jagad ini dapat menjadi UU yang ramah kepada semua pihak.
)* Penulis adalah kontributor Pertiwi Institute