Oleh : Aulia Hawa
Editor : Ida Bastian
Radikalisme tidak hanya menyebar melalui pengajian tertutup, namun juga di media sosial. Warganet pun diharapkan turut aktif menangkal paham radikal di dunia maya agar media sosial menjadi tempat yang aman bagi semua pihak.
Taufiq R Abdullah selaku anggota Komisi I DPR RI dalam kesempatan webinar yang diselenggarakan dirjen APTIKA RI menuturkan bahwa kelompok-kelompok radikal sangatlah aktif dalam menyebarkan paham-paham radikal melalui media sosial. Bahkan, mereka juga melakukan rekrutmen melalui media sosial pula.
Dalam kesempatan tersebut, dirinya juga mendorong peran dari civil society untuk melakukan kontra narasi di media sosial. Upaya tersebut penting dilakukan demi menjaga generasi milenial dari paham yang bertentangan dengan dasar negara yakni Pancasila.
Taufiq menuturkan, perkembangan media sosial memang harus diambil manfaatnya untuk merekatkan persatuan dan kesatuan anak bangsa. Jangan justru sebaliknya menjadi ruang yang subur bagi penyebaran paham yang bertentangan dengan Pancasila dan NKRI. Kita semua harus aktif menjadi agen yang menyebarkan kontra narasi radikalisme, menyebarkan hal-hal positif yang dapat mempererat keutuhan, persatuan dan kesatuan Indonesia.
Pengurus Badan Penanggulangan Ekstremisme dan Terorisme (BPET) Majelis Ulama Indonesia (MUI) Makmun Rasyid mendorong masyarakat untuk melakukan sinergitas dengan pemerintah dalam memerangi penyebaran ideologi radikal.
Setidaknya ada 3 hal yang dapat kita lakukan di tengah-tengah masyarakat, yakni melakukan kontra ideologi atau kontra narasi di sosial media, penguatan moderasi beragama, serta menjaga kearifan lokal.
Kegiatan kontra radikal harus dilakukan oleh segenap pemerintah dan masyarakat. Tidak ada istilah menyerahkan urusan ini kepada polisi atau tentara sebagai badan yang bertanggung jawab secara struktural kenegaraan. Tapi masyarakat perlu dan wajib terlibat sebagaimana substansi amanat UUD 1945 untuk sama-sama menjaga NKRI.
Muchammad Sholahudin selaku Ketua Persatuan Guru Nahdlatul Ulama (Pergunu) Kabupaten Kebumen menyampaikan, peran organisasi kemasyarakatan seperti NU, Muhammadiyah dan lainnya sangat penting dalam upaya melakukan kontra narasi atas narasi-narasi di dunia maya untuk menangkal narasi yang dihembuskan oleh kelompok teroris, radikalis dan separatis.
Pada kesempatan berbeda, Muhammad Syauqillah selaku Ketua Program Studi Kajian Terorisme Sekolah Kajian Strategik dan Global Universitas Indonesia menyebutkan, modus baru propaganda dan perekrutan jaringan radikalisme serta terorisme melalui media sosial dapat diatasi dengan pembuatan konten kontra narasi. Masyarakat harus terlibat dalam menandingi propaganda dan perekrutan yang dilakukan oleh kelompok radikal dengan menciptakan narasi kontra bersifat tunggal.
Syauqillah menjelaskan narasi itu dapat diolah ke dalam berbagai konten di media sosial. Para pelaku propaganda tersebut memainkan narasi, elemen musik, bahkan nilai-nilai ideologi ke dalam video yang diunggah ke media sosial. Dengan demikian, lanjutnya, tampilannya pun mudah untuk dianggap menarik bagi generasi muda yang aktif di media sosial dan menggemari hal-hal modern, terlebih mereka yang masih menuju transisi masa dewasa.
Kondisi tersebut telah terbukti dalam beberapa kasus terorisme yang melibatkan pelaku berusia muda. Contohnya pelaku teror di Gereja Katedral Makassar yang merupakan pasangan suami-istri berusia 25 tahun dari Jaringan Jamaah Ansharut Daulah (JAD).
Untuk mengatasinya, tentu saja diperlukan peran dari negara dan masyarakat untuk menandingi kecerdikal propaganda radikalisme serta terorisme dengan memanfaatkan perkembangan media sosial.
Selain modus lama yang memanfaatkan ikatan keluarga dan ikatan pernikahan, media sosial juga menjadi modus baru yang semakin sering digunakan untuk menyusupi generasi muda.
Media sosial merupakan celah bagi kelompok radikal untuk menyebarkan ideologinya, mereka seolah paham bahwa generasi muda sangat dekat dengan internet, sehingga sangat penting untuk bagi warganet dalam melawan narasi radikal.
Masyarakat diharapkan kompak dan tidak memberikan panggung kepada kelompok radikal yang ingin merusak NKRI dan menjauhkan masyarakat dari Pancasila, utamanya melalui media sosial. Dengan adanya partisipasi warganet di media sosial, penyebaran radikalisme diharapkan dapat ditekan.
)* Penulis adalah kontributor Pertiwi Institute