Oleh :Abdul Kahar
Editor : Ida Bastian
Pimpinan dan pegawai pemerintahan perlu mewaspadai penyebaran radikalisme. Kewasdaan ini perlu untuk terus diibangun dan dipelihara agar tidak ada lagi abdi negara yang jadi korbannya.
Salah satu masalah sosial yang terjadi di Indonesia adalah masih adanya radikalisme dan terorisme. Radikalisme menjadi masalah yang sangat serius karena kadernya selalu mengkampanyekan tentang negara khilafah, padahal konsep ini tidak sesuai dengan keadaan masyarakat di negeri ini yang majemuk. Oleh karena itu radikalisme menjadi PR besar agar segera dihapuskan di Indonesia.
Radikalisme sudah menyelusup masuk di beberapa lembaga negara dan instansi pemerintah. Kader radikal pintar sekali berakting dan seolah-olah mereka netral, padahal diam-diam menjadi anggota kelompok radikal. Jika mereka sudah bisa menjadi pegawai pemerintahan atau instansi negara maka berbahaya karena bisa memanfaatkan pangkat dan jabatannya untuk menyebarkan radikalisme.
Mantan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Ansyaad Mbai menyatakan bahwa radikalisme sudah menyusup ke lembaga-lembaga negara. Hal ini adalah srategi dari kelompok radikal. Buktinya adalah penangkapan 3 terduga teroris yang merupakan anggota dari lembaga negara yang terkenal.
Masyarakat tak menyangka jika ada pegawai lembaga negara yang menjadi anggota teroris. Hal ini membuktikan kepiawaian mereka dalam berakting, seolah-olah baik-baik saja tetapi ternyata diam-diam menjadi kader radikal. Setelah berhasil masuk ke lembaga negara dan mendapatkan jabatan, baru mereka berceramah dan menggunakan posisinya agar menguntungkan kelompok radikal.
Padahal pemanfaatan seperti ini berbahaya karena bisa meracuni pikiran masyarakat. Misalnya ketika anggota lembaga negara tersebut berceramah dan bernada radikal, maka seolah-olah merepresentasikan nama sang lembaga. Padahal ia berpidato atas nama pribadi dan lembaga negara tidak ada kaitannya dengan radikalisme.
Oleh karena itu di lembaga-lembaga negara dan instansi pemerintahan sedang dilakukan pembersihan, apakah ada pegawai lain yang ternyata menjadi kader radikal? Jangan sampai ada lagi kasus gara-gara pegawai yang ternyata sudah tercemar pikirannya oleh radikalisme.
Cara penyelidikannya saat ini sudah gampang sekali karena memanfaatkan teknologi. Rata-rata tiap pegawai instansi pemerintahan memiliki akun media sosial. Tinggal buka saja HP atau laptop lalu cari akun mereka. Jika ketahuan sering menghujat pemerintah dan men-share hoax serta berita bernada radikalisme, maka bisa dipastikan mereka menjadi kader radikal.
Setelah terbukti menjadi kader radikal, maka pegawai isntansi pemerintahan tersebut akan mendapat teguran keras dari atasannya. Jika masih ngotot maka bisa terancam pemecatan, karena menjadi anggota kelompok radikal sama saja menjadi penghianat bangsa. Pemecatan tidak hormat menjadi pilihan terakhir, karena jangan sampai lembaga tersebut malah identik dengan radikalisme.
Saat ini penyelidikan terhadap pegawai lembaga negara memang sedang gencar dilakukan. Jangan sampai ada pejabat di lembaga tersebut yang menjadi anggota radikalisme. Penyebabnya karena jika ia terlanjur jadi pejabat, bisa memanfaatkan statusnya untuk menyuburkan radikalisme. Jika ada seleksi calon pejabat di sana maka harus diperketat dan anti radikalisme menjadi salah satu syaratnya.
Pemberantasan radikalisme di lembaga negara dan instansi pemerintahan wajib dilakukan agar paham ini tidak menyebar terus-menerus di Indonesia. Jangan sampai radikalisme merusak generasi muda dan masyarakat pada umumnya. Penyebabnya karena paham ini bisa menghancurkan negara secara perlahan.
Radikalisme wajib diberantas di mana saja, termasuk di instansi pemerintahan dan lembaga negara. Justru di kedua tempat tersebut haraus makin diperketat. Jangan lagi ada pegawainya yang menjadi kader radikal dan ditangkap karena menjadi terduga teroris, karena akan mencoreng nama lembaga negara tersebut.
)* Penulis adalah kontributor Nusa Bangsa Institute