Oleh: Safanpo Luis
Editor: Ida Bastian
Portalindonews.com – Papua merupakan salah satu bagian integral dari NKRI yang telah diakui oleh hukum internasional maupun nasional. Dengan demikian, paham separatis sudah tentu tidak mendapat ruang di Bumi Pertiwi karena bertentangan dengan berbagai hukum positif yang ada.
Papua telah menjadi salah satu wilayah paling disorot dalam sejarah Indonesia. Bagian dari upaya pascakemerdekaan Indonesia dari penjajahan Belanda pada tahun 1945, Papua memunculkan perdebatan dan konflik yang panjang seputar identitas, budaya, dan integrasinya ke dalam wilayah Indonesia.
Setelah kemerdekaan, Indonesia berusaha untuk menyatukan seluruh wilayah yang sebelumnya merupakan bagian dari Hindia Belanda. Namun, Belanda mempertahankan kendali atas Papua Barat, mengklaim perbedaan etnis dan budaya sebagai alasan untuk tetap menguasai wilayah tersebut.
Pada tahun 1961, Belanda mulai mempersiapkan Papua Barat untuk menjadi negara merdeka. Upaya ini menimbulkan kekhawatiran di Indonesia, yang melihatnya sebagai tindakan untuk mempertahankan penjajahan di wilayah tersebut. Dalam menanggapi hal ini, Presiden Soekarno melancarkan Operasi Trikora pada Desember 1961.
Tujuan utama dari Operasi Trikora adalah mengakhiri penjajahan Belanda di Papua dan mengintegrasikan wilayah tersebut ke dalam wilayah Indonesia. Operasi ini melibatkan serangkaian tindakan militer dan diplomasi, termasuk infiltrasi pasukan Indonesia ke Papua dan negosiasi intensif di tingkat internasional.
Pada tahun 1962, setelah serangkaian peristiwa, Belanda setuju untuk menyerahkan Papua ke Indonesia. Kesepakatan ini termasuk syarat bahwa penduduk Papua akan memiliki hak untuk menentukan nasib mereka sendiri melalui referendum yang dikenal sebagai “Penentuan Pendapat Rakyat” atau “Pepera”.
Pada 1969, Pepera diselenggarakan, dan mayoritas penduduk Papua memilih untuk bergabung dengan Indonesia. Meskipun hasil ini diakui secara internasional, beberapa pihak masih mempertanyakan keabsahan dan keadilan dari proses tersebut.
Salah satu pelaku sejarah Pepera, Ramses Ohee, menegaskan bahwa dunia internasional dan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) telah mengakui bahwa Papua merupakan bagian yang sah dari Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Ramses Ohee, seorang tokoh adat di Papua dan mantan anggota DPRD Kabupaten Jayapura pada tahun 1990-an, menyampaikan pernyataan ini sebagai respons terhadap sekelompok orang yang memperingati 1 Mei sebagai Hari Aneksasi. Menurutnya, Pepera yang dilaksanakan dari Merauke hingga Jayapura pada 1 Mei 1969 telah disaksikan oleh Sekretaris PBB saat itu dan telah resmi disahkan pada 2 Agustus 1969.
Diketahui pula bahwa dalam masa awal kemerdekaan Indonesia, Belanda masih enggan melepaskan Papua, sementara wilayah jajahannya hanya diserahkan hingga Maluku. Menteri Luar Negeri Subandrio kemudian menyatakan dalam sidang PBB bahwa seluruh wilayah jajahan Belanda harus dikembalikan ke NKRI tanpa kecuali.
Ramses Ohee kemudian menjelaskan bahwa Pepera dilakukan pada 14 Juli hingga Agustus 1969, dan hasilnya dibahas di Dewan Keamanan PBB selama tiga bulan. Pada 19 November 1969, Sekjen PBB menetapkan bahwa Papua adalah bagian dari NKRI.
Ramses Ohee juga menyoroti pentingnya memberikan pemahaman yang benar mengenai sejarah kepada generasi muda Papua. Dia berpendapat bahwa kelompok yang menganggap 1 Mei sebagai Hari Aneksasi mungkin kurang memahami sejarah sebenarnya dan perlu diberikan pemahaman yang baik agar mereka bisa tahu sejarah Papua yang sebenarnya.
Sejak integrasi Papua, pemerintah Indonesia telah berupaya untuk memajukan pembangunan di wilayah tersebut. Namun, tantangan besar muncul dalam mengatasi disparitas pembangunan dan memastikan bahwa keuntungan pembangunan mencapai semua lapisan masyarakat di Papua. Pemerintah telah menerapkan berbagai program pembangunan dan investasi di bidang infrastruktur, pendidikan, dan kesehatan untuk meningkatkan kesejahteraan penduduk Papua.
Pada sisi politik, pemerintah Indonesia juga telah berusaha untuk melibatkan penduduk Papua dalam proses pengambilan keputusan. Pemberian otonomi khusus kepada Papua melalui Undang-Undang Otonomi Khusus pada tahun 2001 adalah upaya untuk memberikan wewenang lebih besar kepada pemerintah Papua dalam mengelola urusan lokal mereka sendiri.
Sejarah Papua dan perjalanan integrasinya ke dalam Indonesia juga memberikan kita pelajaran berharga tentang sejarah post-kolonial Indonesia. Operasi Trikora merupakan manifestasi nyata dari semangat perjuangan untuk mendapatkan kedaulatan penuh dan menghapuskan warisan penjajahan. Namun, proses ini juga menyoroti kompleksitas dalam menciptakan identitas dan persatuan dalam sebuah negara yang begitu heterogen.
Mengingat pentingnya peran Papua dalam sejarah dan budaya Indonesia, kita semua diharapkan untuk memahami dan menghargai isu-isu yang melibatkan wilayah ini. Papua bukan hanya sekadar sebuah wilayah, tetapi juga sebuah bagian penting dari sejarah dan perjalanan perjuangan bangsa Indonesia.
Pada akhirnya, memahami Tanah Papua bagian integral dari Indonesia melalui sejarah Operasi Trikora hingga Pepera adalah esensial untuk memahami sejarah Indonesia secara menyeluruh. Sejarah Papua adalah bagian dari sejarah kita sebagai bangsa, sebuah perjalanan yang penuh perjuangan untuk identitas, kedaulatan, dan persatuan. Oleh karena itu, penting bagi kita semua untuk mengakui dan menghormati sejarah Papua sebagai bagian integral dari perjalanan kita sebagai sebuah bangsa. Terlebih lagi, pemerintah telah berupaya untuk mengatasi masalah pembangunan dan hak asasi manusia di Papua, mencari jalan menuju persatuan yang lebih kokoh di antara beragam masyarakat dan budaya di Bumi Cenderawasih.
Penulis adalah aktivis Nusantara Timur