Oleh: Sabby Kosaay
Editor :Ida Bastian
TNI/Polri hadir untuk menjaga perdamaian di Papua dari gangguan Kelompok Separatis dan Teroris (KST). Masyarakat pun mendukung penambahan keberadaan Aparat Keamanan (Apkam) di Papua yang masih rawan akan ancaman kekerasan kelompok tersebut.
Kelompok separatis dan teroris masih saja menjadi ancaman terbesar bagi masyarakat Papua. Sudah menjadi rahasia umum, jika KST tidak segan untuk menembak dan membunuh dengan kejam, padahal yang dihadapi hanya warga sipil biasa. Hal ini membuat situasi di Bumi Cendrawasih jadi kurang kondusif, karena masyarakat merasa waswas ketika beraktivitas di luar rumah.
Untuk menjaga perdamaian di Papua, maka ada penambahan jumlah pasukan TNI dan Polri, yang didatangkan dari daerah lain. Mereka digabungkan dengan Satgas Nemangkawi, dan langsung dikirim ke Kabupaten Puncak, yang merupakan daerah rawan konflik.
Hasil dari operasi Nemangkawi sangat baik, karena satu per satu anggota KST tertangkap. Markas KST juga sudah terbongkar dan masih ditelusuri markas yang lainnya mengingat gerombolan tersebut sering bersembunyi di hutan belantara. Saat dicokok, mereka mendapat perlakuan tegas terukur sebab dikhawatirkan akan makin membahayakan masyarakat.
Penambahan pasukan TNI dan Polri ini bukan seperti DOM (daerah operasi militer) seperti zaman orde baru dulu. Melainkan sebuah upaya pencegahan, agar KST tidak seenaknya sendiri dan membunuh warga sipil yang tidak bersalah. Pasalnya, Polisi adalah sahabat rakyat dan tentara berusaha menjaga keselamatan masyarakat dari serangan KST.
Jangan ada yang percaya hoaks tentang implikasi negatif penambahan aparat di Papua. Semakin banyak pasukan, tidak berefek buruk pada warga sipil. Tidak mungkin aparat tak mampu membedakan yang mana pasukan KST dan yang mana masyarakat biasa, sehingga mustahil ada korban jiwa dari kalangan rakyat.
Apalagi ketika KST mengancam akan melakukan pengusiran terhadap warga pendatang di Papua. Pengamanan kepada masyarakat akan lebih ketat. Sehingga wajar jika jumlah pasukan TNI dan Polri diperketat, agar KST tidak berani menyerang mereka. Dengan banyaknya jumlah aparat akan menjadi sebua psy war yang akan menakuti para anggota KST.
Pengamanan terhadap warga Papua, terutama kaum pendatang, memang sudah seharusnya menjadi tanggung jawab aparat. Jangan sampai ada rasisme yang berbuntut perang antar suku, karena seharusnya kita menjaga kebhinnekaan dan tidak menyinggung SARA. Indonesia adalah bangsa yang majemuk, dan tidak boleh ada eksklusifitas di Papua.
Tindakan tegas dari aparat juga wajib dilakukan untuk memberantas KST, mengingat selama ini dengan pendekatan sosio-kultural dan psikologis ternyata gagal total. Mereka tidak bisa didekati secara halus sebab masih berkeyakinan bahwa Indonesia sedang menjajah Papua dan menolak hasil Pepera. Padahal faktanya tentu yang sebaliknya.
Jika KST dibiarkan saja dan tidak ada penambahan jumlah pasukan TNI dan Polri, maka ditakutkan mereka akan merajalela. Mereka juga terlalu sering menembak masyarakat sipil atau menjadikan mereka sebagai tameng hidup. Kekejaman KST sudah di luar batas kemanusiaan, sehingga gerombolan ini harus dibubarkan secepatnya.
Masyarakat mendukung penuh akan penambahan jumlah pasukan TNI dan Polri di Papua yang akan menjaga stabilitas keamanan di Papua. Jika ada banyak aparat maka KST akan takut dan mati kutu, lalu tidak berani untuk mengusir warga pendatang atau membunuh masyarakat sipil seperti dulu.
)* Penulis adalah mahasiswa Papua tinggal di Yogyakarta