Oleh : Arif Rahman
Editor : Ida Bastian
Aksi teror masih menjadi masalah yang cukup pelik, para teroris tidak hanya melancarkan terornya secara berkelompok, beberapa di antaranya justru memilih melakukan aksi terornya seorang diri atau yang biasa dikenal dengan istilah lone wolf. Masyarakat pun diminta mewaspadai aksi teror tersebut karena dianggap lebih sulit terdeteksi.
Komjen Boy Rafli selaku Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) mengatakan bahwa fenomena lone wolf mengalami tren peningkatan. Salah satu penyebabnya adalah penyebaran paham radikal melalui media sosial.
Menurutnya, paham radikal banyak tersebar luas dan masif di media sosial saat ini. Ia menilai bahwa konten-konten paham radikal di media sosial tersebut menjadi pemicu aksi terorisme lone wolf tersebut. Ia mengatakan bahwa aksi tersebut erat kaitannya dengan penyebarluasan paham radikal di sosial media sehingga individu di antarawarga negara ini telah beberapa kali menjadi pelaku terorisme.
Boy juga mengungkapkan adanya sejumlah ancaman teror yang diprediksi akan terus dihadapi oleh bangsa Indonesia. Dirinya mengatakan, saah satu ancaman teror tersebut berkaitan dengan kepulangan warga negara Indonesia (WNI) yang tergabung sebagai Foreign Terrorist Fighter (FTF) di luar negeri ke Tanah Air melalui jalur ilegal.
Menurutnya para FTF bisa memasuki Indonesia melalui jalur ilegal seperti pelabuhan-pelabuhan kecil karena tidak perlu menunjukkan identitas lengkap. Selain itu, BNPT juga perlu mewaspadai kemungkinan para FTF yang berstatus deportan atau returnee dari luar negeri yang bergabung dalam jaringan teror.
Selain soal FTF, Boy menyebutkan, fenomena teror seorang diri atau lone-wolf juga meningkat dalam beberapa waktu terakhir imbas penyebaran paham radikal di media sosial. Untuk diketahui, aksi terorisme yang bergerak secara mandiri atau lone wolf ini sempat terjadi di wilayah Mabes Polri pada akhir Maret 2021. Hal itu dilakukan oleh seorang perempuan berinisial ZA.
Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo mengungkap jika wanita terduga teroris yang tewas saat menyerbu Mabes Polri tersebut berstatus mantan mahasiswa di sebuah perguruan tinggi swasta di Depok, Jawa Barat. Namun, saat menempuh semester lima, ZA diberhentikan oleh pihak kampus.
Bagi masyarakat awam, istilah lone wolf sangatlah asing di telinga. Sebab, sebelumnya memang jarang sekali aksi terorisme yang menggunakan cara seperti ini. Secara bahasa lone wolf memiliki arti serigala penyendiri yang merupakan sifat dari yang umumnya ingin hidup sendiri dan tidak terpaku pada kelompok. Istilah ini juga datang dari serigala pemburu atau serigala yang terbuang dari kelompoknya dan mencari makanan sendiri.
Dalam kasus terorisme, lone wolf awalnya merupakan cara yang paling jarang ditemui apalagi di Indonesia. Sebab, aksi ini hanya dilakukan oleh seorang diri dan tidak melakukan aksinya secara berkelompok. Dalam melancarkan aksinya, cara ini condong akan melakukan hal yang bisa dikerjakan sendiri dengan tidak membawa rencana yang matang.
Namun, aksi seorang diri tersebut banyak digunakan di luar sana karena untuk menjaga identitas dari gerakan yang melakukan kejahatan terorisme ini. Contohnya, apabila aksi terorisme dilakukan secara berkelompok tentu akan mudah untuk menemukan silsilah dari gerakan atau organisasi yang melakukannya.
Sedangkan lone wolf, karena mereka melakukan aksinya secara mandiri dan biasanya yang melakukan aksi tersebut akan mati di tempat tanpa bisa diinvestigasi lebih lanjut terkait jaringan apa yang dirinya pahami.
Aksi lone wolf yang dilakukan ZA kala itu tentu saja bisa memicu beberapa orang yang terikat dalam jaringan terorisme untuk melakukan hal serupa. Terlebih dengan adanya media sosial yang memudahkan para teroris untuk membentuk jaringannya.
Selain itu ancaman teror lainnya antara lain yaitu serangan terhadap simbol negara, pemanfaatan platform media sosial baru, serta infiltrasi jaringan teror ke institusi pemerintah. Sehingga ada dugaan bahwa kelompok teroris ingin mendapatkan dukunga dari pihak-pihak yang bekerja di sektor pemerintahan, termasuk Badan Usaha Milik Negara (BUMN), agar dapat memanfaatkan sumber daya yang dimiliki oleh negara.
Aksi teror bisa muncul kapan saja dan di mana saja, tentu saja pemerintah perlu bekerja keras dalam mencegah adanya potensi aksi teror yang sudah kerap dilancarkan. Masyarakat juga perlu waspada terhadap kemungkinan adanya serangan teror.
)* Penulis adalah kontributor Lingkar Pers dan Mahasiswa Cikini