Oleh : Septian Dwi Ramadhan
Editor: Ida Bastian
Portalindonews.com – Elemen masyarakat diminta untuk selalu mewaspadai ajakan demonstrasi segelintir elemen buruh yang berdemonstrasi pada 3 Juli 2024 yang dipimpin oleh Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI), Said Iqbal. Selain rawan ditunggangi provokator, tuntutan buruh yang salah satunya menolak UU Cipta Kerja dianggap tidak relevan karena regulasi tersebut terbukti lindungi pekerja.
Demonstrasi buruh, meskipun sah secara hukum, sering kali menimbulkan gangguan yang signifikan terhadap kehidupan sehari-hari. Terlebih, apabila terdapat pihak tertentu yang justru mengajak dan menyebarkan provokasi mengenai penolakan pada UU Cipta Kerja, hal tersebut jelas menjadi sesuatu yang kontraproduktif karena nyatanya seperangkat aturan itu terbukti berkomitmen untuk melindungi seluruh buruh.
Perlindungan kepada para buruh atau pekerja sudah sangat optimal pemerintah lakukan dengan berbagai upaya, salah satunya yakni dengan adanya pengesahan UU Cipta Kerja yang menjadi komitmen kuat memberikan jaminan dan payung hukum pada kaum tenaga kerja.
Upaya provokasi dari sejumlah pihak yang sama sekali tidak bertanggung jawab tersebut menyusul atas adanya aksi unjuk rasa atau demonstrasi pada Rabu, 3 Juli 2024. Mereka merespon terjadinya Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) hingga penolakan UU Cipta Kerja.
Hal tersebut merupakan sebuah tindakan yang sangat tidak relevan dan kontraproduktif karena mereka sejatinya justru menolak keberadaan kebijakan pemerintah yang menjamin dan memberikan mereka perlindungan secara maksimal.
Staf Ahli Bidang Ekonomi Ketenagakerjaan Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker), Aris Wahyudi mengungkapkan bahwa keberadaan UU Cipta Kerja bertujuan untuk memberikan perlindungan dan juga kepastian dalam aspek hukum kepada para pekerja atau buruh.
Dengan demikian, tatkala payung hukum kuat sudah para buruh miliki melalui keberadaan Undang-Undang Ciptaker tersebut, maka akan sangat menguntungkan dan juga memberikan mereka kepastian dalam membuktikan pada saat misalnya terjadi perselisihan dengan pihak perusahaan tempat dia bekerja.
Selain itu, adanya seperangkat aturan tersebut juga mengharuskan pihak perusahaan dalam memberlakukan segala bentuk jenis perjanjian harus berdasarkan kepada kesepakatan antara dua belah pihak terlebih dahulu, yakni perusahaan dengan pekerja yang bersangkutan.
Lebih lanjut, pemerintah juga sangat membatasi pihak perusahaan untuk berbuat semena-mena dengan para buruh mereka, yakni dengan mewajibkan adanya kesepakatan yang tidak bertentangan dengan ketertiban umum, kesusilaan dan juga peraturan perundang-undangan yang berlaku di Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Pada dasarnya, pemerintah melalui UU Cipta Kerja sangat menghendaki terciptanya suatu hubungan kerja yang berdasarkan pada kesepakatan antar kedua belah pihak, yakni perusahaan dengan pekerja mereka.
Namun misalnya pada suatu hari, terdapat salah satu pihak yang memilih untuk tidak bersepakat dan tidak melanjutkan hubungan kerjanya, maka dalam seperangkat aturan itu, pemerintah mengharuskan perusahaan memberikan perlindungan bagi para buruh, yakni berupa pembayaran uang pesangon dan sebagainya.
Sementara itu, Sekretaris Ditjen PHI dan Jamsos Kementerian Tenaga Kerja RI, Surya Lukita menyebutkan bahwa penerbitan UU Cipta Kerja oleh pemerintah pada dasarnya memang berguna untuk memberikan perlindungan serta mampu memenuhi seluruh hak dari kaum buruh.
Terdapat 3 aspek utama dalam perancangan UU Cipta Kerja sejak awal, yakni pertama adalah berkaitan dengan perlindungan terhadap masyarakat yang mengalami kesulitan dalam mencari lapangan pekerjaan.
Aspek kedua, yakni pemerintah melalui UU Cipta Kerja berupaya untuk memperbaiki perlindungan kepada para buruh dengan terus mencantumkan dengan sangat jelas seluruh hak bagi para pekerja. Selanjutnya yang ketiga yakni pemerintah memberikan perlindungan pada para pekerja yang mengalami PHK melalui skema jaminan sosial.
Di sisi lain, Kepala Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI), Benny Rhamdani dengan sangat tegas mengungkapkan bahwa UU Cipta Kerja justru sangat melindungi para kaum buruh tanpa terkecuali, termasuk mereka pekerja migran di Tanah Air.
UU Cipta Kerja sama sekali tidak mengurangi bahkan sedikitpun perlindungan terhadap para kaum buruh termasuk pekerja migran di Indonesia. Justru perlindungan kepada mereka terus menjadi perhatian sangat serius oleh pemerintah dan sudah sangat jelas bahwa mereka akan terlindungi bahkan dari ujung rambut hingga ujung kaki.
Belakangan ini, tatkala perusahaan tekstil di Indonesia secara masif melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) kepada para pegawai mereka. Namun sebenarnya pemerintah telah sangat melindungi semua hak mereka melalui UU Cipta Kerja.
Seluruh perlindungan atau payung hukum yang sangat jelas bagi para kaum buruh, khususnya mereka yang terkena kebijakan PHK dari perusahaan tempatnya bekerja telah termaktub dalam UU Cipta Kerja.
Terdapat sebanyak 3 hak yang wajib perusahaan penuhi kepada para buruh atau pegawai mereka jika hendak melakukan pemutusan hubungan kerja. Pertama yakni perusahaan harus memenuhi hak berupa uang pesangon kepada para buruh mereka yang terkena PHK, kemudian memberikan uang penghargaan masa kerja (UPMK), dan juga uang pengganti hak yang seharusnya diterima.
Untuk berapa besaran atas pemberian hak berupa ketiga uang tersebut, seluruhnya juga telah pemerintah atur dengan sangat jelas memalui payung hukum dan perlindungan kepada para buruh dalam UU Cipta Kerja, sebagaimana masa kerja yang para pegawai itu jalani.
Dengan demikian, seluruh masyarakat hendaknya mewaspadai adanya ajakan dari siapapun untuk melakukan demonstrasi, karena nyatanya hanya berpotensi untuk ditunggangi pihak tidak bertanggung jawab. Apalagi justru mendemo kebijakan yang sangat berpihak pada kaum buruh seperti UU Cipta Kerja.
Penulis adalah pengamat kebijakan publik