Oleh : Muhammad Fatih
Editor : Ida Bastian
Intoleransi dan radikalisme masih menjadi ancaman nyata bagi keberagaman Indonesia. Oleh sebab itu, masyarakat mendukung penerapan moderasi beragama untuk menangkal paham anti Pancasila.
Masih ingatkah kita tentang peristiwa pengeboman di tempat umum beberapa waktu lalu dan yang paling menghebohkan (sampai ke pemberitaan internasional) adalah bom bali pada tahun 2001 lalu. Ancaman dan pengeboman ini gara-gara kelompok teroris yang menyebar radikalisme dan ngotot untuk mengubah konsep negara Indonesia. Sayang sekali mereka menggunakan cara kekerasan dan mengambil nyawa orang lain yang tak bersalah.
Pemebrantasan radikalisme masih menjadi PR besar karena kelompok radikal amat licik dan menggunakan cara gerilya dalam menyebarkan ajarannya. Mereka juga lihai berkamuflase dan melebur ke kalangan masyarakat, bahkan ada yang bisa jadi guru (walau akhirnya ditangkap oleh aparat). Tingkah kaum radikal yang menggunakan akal bulus ini yang membuat pemberantasannya masih agak tersendat.
Ngasiman Djoyonegoro, Direktur Executive Center of Intelligence Strategic Studies menyatakan bahwa moderasi beragama harus diterapkan sesuai dengan roadmap yang disusun oleh Kementerian Agama. Dalam artian, penerapan moderasi beragama amat penting karena bisa mencegah ekstrimisme, fanatisme, dan radikalisme.
Apalagi sebentar lagi pemilu 2024 dan masih ada dendam politik pada Pilpres periode sebelumnya. Dalam artian, kelompok radikal bisa saja menghasut agar masyarakat mendukung pihak yang kemarin kalah dan menjelek-jelekkan pemerintah. Jadinya akan kacau karena bercampur antara politik, agama, dan radikalisme.
Untuk mengatasi kekacauan ini maka harus diviralkan lagi moderasi beragama. Moderasi beragama adalah memahami ajaran agama secara moderat, tidak terlalu ekstrim kanan atau ekstrim kiri. Bukankah yang berlebihan itu tidak baik? Ketika beragama secara moderat maka memahami juga hubungan kepada Tuhan dan hubungan dengan sesama insan, sehingga harus saling menghormati.
Toleransi adalah salah satu faktor pendukung dalam moderasi beragama, karena jika seseorang tidak menjadi ekstrimis, akan menjadi toleran bagi orang lain. Tidak hanya bagi sesama yang 1 keyakinan tetapi juga untuk yang memiliki keyakinan lain. Dengan toleransi maka kita akan lebih menghargai, karena walau berbeda akidah, orang tersebut adalah saudara dalam kemanusiaan.
Kita wajib menggaungkan lagi toleransi karena sudah terlalu banyak kekacauan yang terjadi akibat intoleransi (yang juga dilakukan oleh kelompok radikal). Jangan sampai anak-anak kita malah belajar intoleransi dari orang dewasa. Masih ingatkah ketika ada anak kecil yang merusak makam umat dengan keyakinan lain? Kekacauan ini terjadi karena pikirannya teracuni oleh intoleran dan gurunya dari kelompok radikal.
Makmun Rasyid, Pengurus Harian Badan Penanggulangan Ekstrimisme dan Terorisme MUI Pusat menyatakan bahwa moderasi beragama adalah memoderasi cara mengimplementasikan agama dalam konteks NKRI. Moderasi beragama adalah semangat dan komitmen agar agama dan negara tidak dijadikan salign adu. Akan tetapi, saling melengkapi seperti 2 sisi koin.
Dalam artian, jika seseorang sudah paham moderasi beragama maka akan setia kepada negaranya, karena yakin bahwa dengan menuruti kepala negara maka sama saja berpahala. Kita harus berpikiran positif dan dengan moderasi beragama maka semuanya akan jadi lancar, tanpa ada gangguan dari kelompok radikal.
Moderasi beragama adalah cara ampuh untuk mencegah menyebarnya radikalisme karena jika seseorang paham moderasi beragama, ia tak mau bertindak secara ekstrim seperti kelompok radikal. Sebaliknya, ia akan menghindari radikalisme dan memberantasnya, karena tahu bahwa paham ini tidak sesuai dengan kondisi di Indonesia.
)* Penulis adalah kontributor Lingkar Pers dan Mahasiswa Cikini