Oleh : Farouq Arfiansyah
Editor : Ida Bastian
Sektor pendidikan menjadi garda terdepan untuk memperkuat moderasi beragama. Dengan adanya pengajaran dan pemahaman sejak dini, para murid akan mendapat pengetahuan yang proporsional tentang pentingnya nilai-nilai toleransi yang dapat memperkuat persatuan di Indonesia.
Beberapa tahun ini digencarkan moderasi beragama sebagai cara untuk menanggulangi radikalisme dan terorisme. Kelompok radikal masih ada di Indonesia dan mereka beroperasi secara diam-diam. Oleh karena itu, masyarakat perlu untuk lebih mengenal lagi tentang moderasi beragama, agar mereka tidak tersesat dan terbujuk oleh kelompok radikal dan teroris.
Sektor pendidikan adalah garda paling depan untuk memperkuat moderasi beragama di Indonesia. Kepala Pusat Litbang Pendidikan Agama dan Keagamaan Balitbang Diklat Kementerian Agama, Mohsen, menyatakan bahwa sektor pendidikan amat strategis dalam upaya memperkuat spirit moderasi beragama. Sektor pendidikan perlu mendapat perhatian serius dalam upaya menangkal radikalisme dan terorisme.
Mohsen menambahkan, perlu ada “vaksinasi” anti-radikalisme dan anti-terorisme kepada para tokoh pendidikan. Tujuannya untuk membentuk imunitas yang kuat. Moderasi beragama juga wajib diajarkan di semua tingkat pendidikan.
Moderasi beragama memang harus disosialisasikan lagi ke seluruh pengajar agar mereka tidak terpengaruh oleh radikalisme. Jika gurunya nasionalis dan memahami moderasi beragama, maka akan mengajarkan toleransi dan moderasi beragama kepada para murid dengan semangat. Para guru akan terus mengajar bagaimana cara bergaul di masyarakat walau keyakinannya berbeda-beda.
Jangan sampai sebuah sekolah malah memiliki pengajar yang radikal sehingga meracuni pikiran para murid. Apalagi jika ia berstatus abdi negara, akan mendapat teguran keras ketika ketahuan radikal dan terancam dirumahkan karena tidak nasionalis. Ia harus ingat bahwa aparatur sipil negara (ASN) harus setia pada negara dan menjadi pro radikal adalah sebuah pengkhianatan.
Hukuman keras bagi guru ASN adalah sebuah kewajaran karena saat diangkat ASN ia dituntut untuk setia pada negara. Di samping itu, jika gurunya malah mengajarkan terorisme maka para murid bisa berubah jadi beringas dan mereka malah berpikir bagaimana cara melakukan kekerasan, bukannya belajar ilmu pengetahuan. Hal ini akan sangat mengerikan, oleh karena itu jangan sampai ada guru yang mengajarkan radikalisme.
Mengapa perlu ada sosialisasi moderasi beragama yang dimulai dari sektor pendidikan? Penyebabnya karena ajaran ini harus diajarkan sejak dini. Moderasi beragama adalah cara untuk menjalankan ajaran agama dengan moderat alias tidak ekstrim kiri maupun kanan. Dengan memahami moderasi beragama maka para murid akan paham cara beragama yang baik dan tidak akan mengejek umat dengan keyakinan lain.
Di negeri yang pluralis dan Bhinneka Tunggal Ika seperti Indonesia, mengajarkan moderasi beragama ke tiap murid adalah sebuah kewajiban. Jika sejak TK mereka sudah nasionalis dan mampu bertoleransi, maka kelak jika dewasa akan paham bagaimana cara bergaul yang baik di lingkungan masyarakat yang heterogen. Mereka paham bahwa toleransi adalah cara untuk menjaga kerukunan antar umat dan membuat perdamaian di Indonesia.
Sebaliknya jika tidak ada pengajaran moderasi beragama maka akan kacau-balau. Seperti yang terjadi di Solo beberapa waktu lalu, ketika beberapa murid merusak makam yang jenazahnya memiliki keyakinan lain. Ini adalah bukti ketika tidak ada pengajaran moderasi beragama dan gurunya malah radikal, muridnya akan beringas dan tidak nasionalis.
Dalam pengajaran moderasi beragama tentu disesuaikan dengan tingkatan pendidikan. Misalnya di sekolah taman kanak-kanak alias TK, para murid dikenalkan mengenai 6 keyakinan yang diakui oleh negara. Mereka paham apa saja perbedaannya, nama-nama rumah ibadahnya, dll. Ketika ada teman yang keyakinannya berbeda maka tetap disapa dengan ramah.
Di tingkat SD maka bisa dikenalkan lebih lanjut mengenai moderasi beragama dan toleransi. Dengan bertoleransi maka para murid akan lebih diterima di masyarakat, karena tidak pernah menghina umat dengan keyakinan lain. Mereka juga diberi pemahaman bahwa dalam menjalankan ajaran agama tidak hanya menjalin hubungan baik dengan Tuhan, tetapi juga sesama manusia, termasuk mereka yang keyakinannya berbeda.
Sementara itu di tingkat SMA tentu metodenya berbeda karena para murid sudah menjelang dewasa. Para remaja sudah memasuki masa kritis dan diajarkan bahwa yang dilakukan oleh kelompok radikal dan teroris itu salah. Mereka memaksakan untuk membuat negara khilafah sedangkan konsepnya tidak sesuai dengan Indonesia yang pluralis.
Para murid juga diimbau untuk lebih berhati-hati dalam bergaul di media sosial, karena kelompok radikal sudah masuk ke sana dan mengincar remaja-remaja sebagai kader baru. Mereka diingatkan untuk jangan terpengaruh dengan kelompok radikal karena yang diajarkan itu salah. Jadi radikal bukan berarti keren, malah jadi pemberontak negara. Nabi sendiri melarang ekstrimisme karena berbahaya dan para murid wajib memahaminya.
Dalam memperkuat moderasi beragama yang efektif dan efisien salah satunya melalui sektor pendidikan. Para murid belajar nasionalisme dan moderasi beragama sejak dini, agar mereka tidak terpengaruh oleh radikalisme. Dengan keterlibatan sektor pendidikan dalam membentuk perilaku moderat, penyebaran paham radikal dan intoleransi di Indonesia dapat dicegah.
)* Penulis adalah kontributor Pertiwi Institute