Oleh : Alif Fikri
Editor : Ida Bastian
Politik identitas kerap menjadi isu yang banyak dibahas jelang Pemilu, hal ini dikarenakan politik identitas sangat rawan memecah persatuan dan kesatuan bangsa. Oleh sebab itu, diperlukan peran aktif generasi muda untuk bersama-sama menangkal Politik Identitas pada Pemilu 2024 guna mewujudkan pesta demokrasi yang damai.
Menjadikan agama sebagai senjata politik tentu saja merupakan hal yang berbahaya, sehingga diharapkan Pemilu 2024 di Indonesia nantinya dapat berlangsung secara demokratis dan rasional.
Ketua Umum DPP Pergerakan Milenial Nusantara (Permana) Khoirul Abidin atau Cak Abid mengajak serta generasi muda untuk menghindari politik identitas pada Pemilu 2024. Secara tegas Cak Abid mengatakan bahwa, masyarakat di Indonesia lebih membutuhkan politik berkualitas dibandingkan hanya kepentingan politik identitas
Menurutnya, perjalanan demokrasi di Indonesia menghadapi sebuah tantangan yang sangat besar, salah satunya yakni merebaknya kepentingan politik identitas yang dapat memecah belah serta menimbulkan polarisasi yang sangat tajam antar anak bangsa.
Cak abid yang merupakan Formatur DPD Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) periode 2022-2024 berpandangan, politik identitas tidak bisa dihilangkan begitu saja di Indonesia. Pasalnya, identitas masyarakat Indonesia yang majemuk dan masih memegang adat istiadat yang kuat.
Pihaknya menilai bahwa kepentingan politik identitas cukup mengkhawatirkan serta menimbulkan keretakan terhadap akar persatuan dan keutuhan bangsa. Untuk itu, pihaknya juga mengajak kepada segenap elemen bangsa untuk menyuarakan tolak politik identitas sebagai alat untuk meraih suara elektoral pada Pemilu 2024 mendatang.
Cak Abid yang juga menyatakan, Indonesia saat ini membutuhkan figur pemimpin yang mempunyai track record yang jelas, memiliki gagasan besar dan berkualitas serta mampu bekerja nyata untuk kemajuan bangsa dan negara.
Sebelumnya, pihak Kepolisian Republik Indonesia (POLRI) telah membentuk satuan tugas (satgas) untuk mencegah terjadinya gangguan politik bernuansa kebencian berbasis identitas pada Pilpres atau Pilkada 2024. Polri menggandeng KPU, Bawaslu dan para partai politik dalam satgas tersebut.
Pada kesempatan berbeda, Ketua Gerakan Pemuda (GP) Ansor Yaqut Cholil Qoumas mengatakan, memasuki tahun politik, banyak aktor politik yang berpikiran sempit demi memuluskan kepentingannya. Bahkan ada yang licik dengan mengusung isu atau simbol keagamaan. Hal ini tentu saja harus diwaspadai bersama karena sangat berbahaya bagi kesatuan bangsa.
Gus Yaqut menuturkan, bangsa Indonesia dibangun di atas perjuangan berat para pendiri untuk menyatukan berbagai perbedaan yang ada seperti agama, suku, ras, golongan, bahasa dan lain sebagainya. Persatuan yang telah terbina kuat hingga saat ini sudah seharusnya terus dirawat dan dijaga karena Indonesia terbukti menjadi rumah bersama.
Menghadapi situasi ini, Gus Yaqut juga meminta kepada kader Pemuda Ansor dan Banser untuk tidak lengah. Sebab sangat mungking para pengguna politik keagamaan itu juga menyasar para kader NU untuk tujuan praktis.
Dirinya juga meminta agar para kader berusaha untuk terus mengencangkan pola koordinasi di semua level. Hal ini dilakukan karena ke depan perkembangan perpolitikan di Tanah Air akan semakin dinamis.
Gerakan Pemuda Ansor juga bertekad agenda politik lima tahunan seperti Pemilu 2024 harus berjalan sesuai dengan regulasi serta berlangsung aman, jujur, adil dan menyenangkan. Hal ini juga sesuai dengan arahan Presiden Jokowi yang mengajak para pelaku politik untuk menjunjung tinggi etika dengan mengedepankan kesantunan, penghormatan antarsesama dan sebagainya.
Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) memprediksi pemilih muda pada 2024 mendatang bisa tembus hingga 60%. Dengan kata lain, Pemilu 2024 akan menjadi era para mahasiswa dan pemilih pemula untuk memberikan suara.
Tentu saja generasi muda baik itu Mahasiswa ataupun yang masih mengenyam sekolah di bangku SMA/SMK, agar dapat menggunakan hak pilihnya dan mampu berperan aktif dan mendukung kegiatan Pemilu 2024.
Banyaknya generasi muda yang akan berpartisipasi dalam Pemilu 2024 tentu saja akan menjadi “kue lezat” bagi kader partai politik untuk berebut simpati. Sehingga, beragam cara akan digunakan oleh partai untuk menarik simpati pemilih muda, tak terkecuali politik identitas yang rentan membuat perpecahan antar sesama.
Upaya dalam menghilangkan praktik politik identitas tentu akan menjadi salah satu PR penting bagi Indonesia menjelang Pemilu 2024 mendatang. Hal ini menjadi penting, terlebih karena berhubungan erat dengan kesetaraan hak, persatuan dan kesatuan masyarakat, serta prinsip-prinsip demokrasi. Apalagi, masalah SARA merupakan hal yang lumayan sensitif untuk dijadikan alat kampanye.
Sebagai negara dengan kultur yang beragam dan demmokratis, sudah sepatutnya semua masyarakat memiliki kesetaraan hak dalam Pemilu. Tidak hanya orang Jawa yang bisa menjadi pemimpin negara, orang luar jawa juga seharusnya bisa dan berhak untuk terlibat dalam kontestasi Pemilu.
Tidak mudah menghilangkan politik identitas di Indonesia, sehingga pemerintah perlu memberikan pemahaman kepada para generasi muda untuk berhati-hati terhadap segala manuver politis yang menonjolkan identitas demi meraup suara.
Penulis adalah kontributor Nusa Bangsa Institute