Oleh : Wimala Candramaya
Editor: Ida Bastian
Portalindonews.com – Pemilihan Umum (Pemilu) merupakan pilar utama dalam sistem demokrasi, di mana warga negara berhak memilih pemimpin dan wakil rakyat. Namun, dalam beberapa tahun terakhir, muncul ancaman serius yang dapat merusak integritas pemilu, yaitu politik uang.
Politik uang merujuk pada praktik pemberian atau penerimaan uang secara ilegal atau tidak etis dalam konteks politik. Dalam Pemilu, politik uang dapat merusak esensi demokrasi karena mempengaruhi hasil pemilihan secara tidak adil. Praktik ini bisa mencakup pembelian suara, distribusi uang tunai, atau pemberian hadiah lainnya untuk memengaruhi pilihan pemilih.
Ancaman tersebut dapat menyebabkan terpilihnya pemimpin yang tidak kompeten atau tidak bermoral hanya karena memiliki sumber daya finansial yang besar. Hal ini merugikan bagi masyarakat karena pemimpin seharusnya dipilih berdasarkan kapasitas dan visi kepemimpinan.
Praktik politik uang dapat menciptakan ketidaksetaraan dalam proses pemilihan. Calon yang kurang mampu secara finansial mungkin kesulitan bersaing, sedangkan calon yang kaya dapat dengan mudah mendominasi kampanye.
Seringkali hal tersebut berhubungan erat dengan korupsi. Calon yang mendapatkan dukungan finansial besar-besaran cenderung lebih rentan terhadap pengaruh kelompok kepentingan tertentu, yang pada gilirannya dapat mengarah pada penyalahgunaan kekuasaan.
Jelang Pemilu 2024, anak muda dan pemilih pemula sangat rentan dengan politik uang atau money politik. Suara anak muda kerap kali diperjualbelikan oleh para oknum partai politik hingga para elit yang menjadi kompetitor di pesta demokrasi 5 tahunan tersebut. Pemerintah daerah hingga koalisi masyarakat yang berada di daerah-daerah terus memberikan sosialisasi kepada para pemuda.
Badan Pengawasan Pemilihan Umum (Bawaslu) Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra) menyebutkan bahwa pemilih pemula rentan terhasut oleh praktik politik uang. Ketua Bawaslu Sultra, Iwan Rompo Banne mengatakan bahwa praktik politik uang masih menjadi momok setiap momentum kontestasi pemilihan umum maupun pemilihan kepala daerah. Hal tersebut tak terkecuali untuk pelanggaran pemilu yang akan digelar 14 Februari 2024 praktik politik uang masih berpotensi terjadi.
Dia menyebutkan bahwa yang menjadi kekhawatiran adalah para pemilih pemula yang menjadi sasaran politik uang dengan iming-iming untuk memilih pasangan calon tertentu pada pesta demokrasi 2024.
Hasil penelitian menunjukkan pemilih pemula sangat sensitif terpengaruh politik uang. Salah satu indikator adalah karena kurangnya penanaman pendidikan politik, terutama mengenai sistem bagaimana memilih kepala daerah yang ideal.
Ia menyampaikan bahwa untuk hal tersebut, sosialisasi dan edukasi tentang dampak buruk dari politik uang harus diajarkan sedari dini mungkin kepada para pemilih pemula. Sehingga, ketika tiba saatnya diikutsertakan dalam Pemilu 2024, mereka sudah bisa membedakan proses politik yang bauk ataupun yang salah.
Koordinator Masyarakat Transparansi Aceh (MaTA), Alfian mengatakan beberapa potensi korupsi dan money politic (politik uang) yang mengancam kualitas pemilu di Aceh. Dirinya menghimbau kepada penyelenggara pemilu baik Komisi Independen Pemilihan (KIP) maupun Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), untuk menjunjung tinggi integritas dan moralitas dalam melaksanakan tugasnya.
Ia menambahkan bahwa politik uang adalah musuh bersama sekuruh masyarakat dalam negeri karena bersifat merendahkan martabat rakyat dan mengorbankan kepentingan publik. Bawaslu baik di Tingkat provinsi maupun kabupaten/kota, untuk lebih aktif dan tegas dalam mencegah dan menindak politik uang.
Katib Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Jawa Tengah, K.H. Munib Abdul Muchit mengingatkan tentang bahaya politik uang di mana sebagai sebuah upaya mempengaruhi pilihan pemilih (voters) pemilu dengan imbalan materi atau yang lainnya.
Kiai Munib menjelaskan, politik uang ‘mother of corruption’ atau induknya korupsi. Pemberi jika sudah menjabat akan berusaha untuk bisa mengembalikan modal saat pencalonan dengan cara korupsi.
Maka dari itu, sleuruh elemen masyarakat harus melek dengan politik yang bersih. Menjadi pemilih cerdas tanpa imbalan finansial adalah tindakan yang positif dan bertanggung jawab. Strategi untuk mengatasi hal tersebut yakni dengan melakukan 4 tips.
Pertama, dengan memahami isu-isu yang saat ini dihadapi negara atau wilayah daerah masyarakat. Kemudian isu tersebut disandingkan dengan visi dan misi seorang calon anggota legislatif hingga calon presiden, apakah para calon tersebut memahami persoalan tersebut.
Selanjutnya, penguatan pengawasan dari lembaga-lembaga pengawas pemilu perlu diberdayakan dan diberikan sumber daya yang cukup untuk mengawasi dan menindaklanjuti pelanggaran politik uang. Sanksi yang tegas juga perlu diterapkan sebagai efek jera. Lalu, transparansi dana kampanye perlu dilakukan, dan partisipasi masyarakat dalam memantau dan melaporkan tindakan politik uang.
Politik uang merupakan ancaman serius bagi demokrasi dan integritas pemilu. Waspada terhadap praktik ini menjadi kewajiban bersama untuk memastikan bahwa pemilihan umum berlangsung dengan adil dan menghasilkan pemimpin yang benar-benar mewakili kehendak rakyat. Dengan pendidikan, pengawasan yang ketat, dan partisipasi aktif masyarakat, kita dapat melawan politik uang dan menjaga kesehatan demokrasi.
Penulis merupakan pengamat Komunikasi Politik