PORTALINDONEWS.COM, Jakarta – Direktur Jenderal (Dirjen) Politik dan Pemerintahan Umum (Pol & PUM) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Bahtiar mewakili Menteri Dalam Negeri (Mendagri) membacakan keterangan Presiden pada gugatan Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (Pemilu). Sesuai registrasi di kepaniteraan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor Perkara 80/PUU-XX/2022 itu disidangkan secara virtual pada Kamis (13/10/2022).
Keterangan Presiden atas permohonan pengujian yang dibacakan itu juga telah di ditandatangani Mendagri Muhammad Tito Karnavian dan Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) Yasonna H. Laoly.
“Dalam hal ini bertindak untuk dan atas nama Presiden Republik Indonesia baik bersama-sama ataupun sendiri-sendiri (yang selanjutnya disebut pemerintah), perkenankanlah kami baik secara lisan maupun tertulis yang merupakan satu kesatuan yang utuh dan tidak dapat terpisahkan atas permohonan pengujian materil Pasal 187 ayat (1) dan (5), dan Pasal 192 ayat (1) UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum terhadap UUD 1945 yang dimohonkan Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem),” kata Bahtiar.
Bahtiar menjelaskan, Pasal 187 ayat (1) dan ayat (5), Pasal 189 ayat (1) dan ayat (5), serta Pasal 192 ayat (1) UU Nomor 7 Tahun 2017 tidaklah bertentangan dengan UUD 1945, dan tetap memiliki hukum mengikat. Ia menegaskan, pengaturan UU Nomor 17 Tahun 2017 merupakan salah satu tahapan yang harus dilaksanaan untuk mewujudkan Pemilu secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil sebagaimana tertuang dalam Pasal 22E Ayat (1) UUD 1945.
Adapun terhadap kondisi perubahan jumlah penduduk yang tersebar di seluruh provinsi yang bersifat dinamis merupakan suatu kondisi yang lumrah. Sebaliknya, jika pengaturan mekanisme daerah pemilihan dan jumlah kursi DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD kabupaten/kota hanya didasarkan pada dinamika perubahan jumlah penduduk, maka hal tersebut akan membuat proses Pemilu semakin panjang.
“Adanya pengaturan UU Nomor 7 Tahun 2017 harus didasarkan berdasarkan prinsip penyusunan daerah pemilihan yang diatur dalam Pasal 185 UU Nomor 7 Tahun 2017, dengan tujuan menciptaan Pemilu yang efektif dan efisien,” jelas Bahtiar.
Di sisi lain, dalam hal terjadinya pembentukan Daerah Otonomi Baru (DOB) merupakan konsekuensi logis dari setiap perubahan kebijakan politik sebagaimana amanat UU pembentukan daerah baru tersebut. “Kekhawatiran pemohon atas adanya DOB akan memengaruhi alokasi kursi DPR tidak beralasan hukum, karena pemerintah akan melakukan penyesuaian dan menindalanjuti perubahan yang timbul karena adanya UU pembentukan DOB,” tandasnya.
Meski demikian, Bahtiar menjelaskan, pemerintah sangat menghargai usaha-usaha yang dilakukan masyarakat dalam ikut memberikan sumbangan dan partisipasi pemikiran untuk membangun pemahaman tentang ketatanegaraan. Pemikiran-pemikiran tersebut akan menjadi rujukan yang sangat berharga khususnya bagi pemerintah, dan umumnya bagi masyarakat.
Puspen Kemendagri