Oleh : Alfred Jigibalom
Editor : Ida Bastian
Pemerintah terus berinovasi untuk memajukan Papua, diantaranya dengan pendekatan kesejahteraan. Perubahan paradigma ini diharapkan dapat membuat Papua semakin aman, sehingga pembangunan dapat terus dilaksanakan.
Untuk lebih mengamankan Papua maka dilakukan pendekatan kesejahteraan. Pemerintah akan lebih serius dalam membangun Bumi Cendrawasih, baik di bidang infrastruktur atau yang lain. Jika masyarakatnya sejahtera maka tidak akan ada gejolak yang membahayakan keamanan.
Papua yang dulu bernama Irian Jaya, sejarahnya bergabung dengan Republik Indonesia baru pada tahun 1962, padahal kita sudah merdeka tahun 1945. Adanya gap ini, plus sentralisasi kekuasaan yang dilakukan oleh orde baru, membuat kondisi di Bumi Cendrawasih mengalami sedikit ketimpangan jika dibanding dengan Jawa.
Oleh karena itu pemerintah berusaha keras untuk memakmurkan Papua agar ada pemerataan pembangunan dari Sabang sampai Merauke. Warga Papua adalah warga negara Indonesia, sehingga wajib memiliki taraf hidup yang mencukupi dan tak lagi identik dengan image kekurangan.
Wakil Presiden KH Ma’ruf Amin menyatakan bahwa saat ini ada pendekatan kesejahteraan untuk Papua, dan salah satu tujuannya adalah untuk membuat keadaan di sana tetap aman. Pendekatan kesejahteraan akan dilakukan dengan beberapa cara. Di antaranya, pembangunan sumber daya manusia unggul, pembangunan infrastruktur, transformasi dan pembangunan ekonomi, pelestarian lingkungan, dan tata kelola pemerintahan.
Sumber daya manusia unggul bisa didapatkan melalui pendidikan dan salah satu penyaluran dana otonomi khusus (Otsus) adalah untuk beasiswa bagi putra-putri Papua. Bahkan mereka bisa melanjutkan kuliah (jika berprestasi), baik di kampus di Indonesia maupun di luar negeri. Diharap dengan pendidikan tinggi maka masyarakat Papua makin cerdas dan bisa mengamankan daerahnya.
Pembangunan infrastruktur berkaitan erat dengan transformasi pembangunan ekonomi, karena jika infrastrukturnya bagus dan jalanan lancar maka perekonomian akan maju. Penyebabnya karena transportasi lancar berkat bagusnya jalan trans Papua. selain itu, adanya jalan ini bisa memangkas ongkos kirim yang sebelumnya via udara jadi via darat sehingga diharap harga barang-barang makin murah.
Pelestarian lingkungan juga wajib dilakukan karena pembangunan di Papua tidak boleh seenaknya dan merusak alam. Ketika dibangun jalan raya dan jembatan maka harus berkonsultasi dengan ahli lingkungan sehingga tidak ada hewan atau tanaman yang dirugikan.
Wapres melanjutkan, kelima kerangka tersebut diharap bisa memajukan dan memakmurkan OAP (orang asli Papua). Sehingga ada hasil nyata yang bisa dinikmati oleh warga asli Bumi Cendrawasih. Percepatan menuju kemakmuran ini juga didukung oleh program quick win yang diadakan tahun 2021-2022, dan dibuktikan dengan pembangunan Papua Youth Creative hub.
Mengapa harus pendekatan kesejahteraan untuk membuat Papua aman? Penyebabnya karena pendekatan ini lebih humanis, sehingga diharap meminimalisir konflik dan membuat situasi semakin damai. Jika situasi selalu aman maka pembangunan di Papua akan jadi lancar, karena tidak ada gangguan dari Kelompok Separatis dan Teroris (KST).
Selama ini masalah keamanan memang menjadi problem besar di Papua karena ada gangguan dari KST. Mereka ingin membelot karena merasa ada ketimpangan antara keadaan di Bumi Cendrawasih dengan di Jawa atau pulau lainnya. Namun jika saat ini Papua makin sejahtera, maka mata mereka akan terbuka dan akhirnya menyerahkan diri, karena merasa pemberontakannya sia-sia.
Seharusnya KST sadar bahwa saat ini di Papua sudah ada banyak kemajuan, di antaranya jalan trans Papua dan bandara internasional Sentani. Seharusnya mereka tidak mengganggu pembangunan tetapi malah bersyukur karena pemerintahan Presiden Jokowi sangat memperhatikan masyarakat di Bumi Cendrawasih.
Pendekatan kesejahteraan di Papua diharap bisa memakmurkan rakyat karena ada banyak bidang yang diperbaiki, mulai dari ekonomi, infrastruktur, hingga sumber daya manusia. Jika Papua makmur maka akan aman karena KST sadar akan baiknya pemerintah Indonesia, dan mereka tak lagi mau membelot.
)* Penulis adalah mahasiswa Papua tinggal di Bali