Oleh : Dr H. Muhammad Soleh Hapudin, M.Si
Editor : Ida Bastian
Hari Raya Idul Adha tahun ini jelas sangat berbeda, perjalanan Jemaah haji untuk saat ini dibatasi hanya untuk sebagian orang saja dikarenakan Pandemi covid-19 yang mengancam keselamatan jiwa. Hal itu diperjelas dengan kebijakan pemerintah Arab Saudi yang telah mengumumkan mengenai pembatasan jama’ah haji tahun ini. Ketika para jema’ah haji gagal menunaikan ibadah haji pada tahun ini, mereka bisa menunaikan salah satu perintah agama yang sangat dianjurkan dan dicintai oleh Allah swt. pada hari raya Idul Adha yakni menyembelih hewan kurban.
Mungkin tidak sedikit yang merasa sedih bahkan kecewa, namun dibalik itu semua kita harus melihat wabah ini dari kaca mata tauhid, bahwasannya segala bentuk musibah dan wabah datang dengan seizin Allah SWT.
“Tidak ada suatu musibah pun yang menimpa seseorang kecuali dengan ijin Allah, dan barang siapa yang beriman kepada Allah niscaya Dia akan memberi petunjuk kepada hatinya. Dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu,” QS. Ath-Thagabun : 11
Selanjutnya sebagai seorang yang beriman kepada Allah SWT. kita juga harus merenungi bahwasannya bisa jadi apa yang kita tidak sukai ada kebaikan dan hikmah yang terkandung didalamnya.
Memasuki bulan Dzulhijjah terdapat hari istimewa bagi umat muslim selain ibadah Haji di bulan ini juga terdapat hari raya Idul Adha, yang mana pada hari tersebut umat muslim akan melaksanakan sholat Idul Adha. Hari Idul Adha ini bertepatan dengan pelaksnaan ibadah haji yang dilakukan oleh umat muslim yang telah mampu.
Ibadah kurban merupakan mata rantai dari ibadah haji, berasal dari kata dasar qaraba-qurban, yang secara harfiah berarti mendekatkan diri kepada Allah SWT. Ibadah kurban merupakan napak tilas dari pengalaman keagamaan Nabi Ibrahim dan putra yang dicintainya yakni Nabi Ismail AS. Sekian lama Nabi Ibrahim AS memohon kepada Allah SWT agar dikaruniai seorang anak. Akhirnya permohonan Nabi Ibrahim itu dipenuhi dengan lahir nya seorang anak laki-laki yang diberi nama Ismail.
Sungguh gembira hati Nabi Ibrahim menyambut kehadiran Ismail. Akan tetapi, kegembiraan itu tidak berlangsung lama. Dikala Ismail masih bayi, dia terpaksa dipindahkan bersama ibunya, Siti Hajar, dari Syam ke lembah gersang yang sunyi di Makkah. Maka berpisahlah Nabi Ibrahim AS dengan anak dan isteri yang sangat dicintainya. Sampai akhirnya mereka dipertemukan lagi di Makkah ketika Ismail sudah beranjak dewasa.
Karena rasa cintanya yang amat sangat kepada Tuhannya, Ibrahim berani mengambil resiko dengan mengorbankan anaknya untuk disembelih setelah mendapat titah dari-Nya lewat mimpi. Padahal, Ismail terlahir di dunia lantaran panjatan do’a Ibrahim yang dikabulkan oleh Tuhan setelah sekian lama istrinya, Siti Hajar, tak jua melahirkan.
Al-Quran menceritakan sebuah kisah pengorbanan terhebat dalam sejarah. Pengorbanan tersebut dilakukan oleh Ibrahim AS. yang bersedia menyembelih putera tercinta yang begitu lama dinanti lahirnya yakni Ismail AS. Kisah ini diceritakan secara panjang lebar dalam surat al-Shaffat ayat 99 sampai ayat 111.
“Maka ketika anak itu sampai (pada umur) sanggup berusaha bersamanya, (Ibrahim) berkata, “Wahai anakku! Sesungguhnya aku bermimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka pikirkanlah bagaimana pendapatmu!” Dia (Ismail) menjawab, “Wahai ayahku! Lakukanlah apa yang diperintahkan (Allah) kepadamu; insya Allah engkau akan mendapatiku termasuk orang yang sabar.”
Kendatipun kemudian Allah SWT memberikan perintah lanjutan agar Ibrahim menggantikan kurban atas Ismail dengan seekor domba, langkah pengabdian Ibrahim dan Ismail itu sungguh merupakan ibadah dan pengorbanan yang syarat dengan resiko. Dengannya, kita dituntut untuk meneladaninya dengan memberikan sepenuhnya rasa cinta kita kepada Sang Khaliq, mengalahkan rasa cinta kepada harta, bahkan jiwa sekalipun.
Inti dari ayat tersebut adalah kepatuhan Nabi Ibrahim AS kepada Allah dan keikhlasannya menunaikan perintah Allah, walaupun la harus menyembelih anak kesayangannya. Demikian pula Ismail yang dengan sabar dani ikhlas menyerahkan nyawanya sebagai pelaksanaan perintah Allah kepada ayahnya.
Kedua orang tersebut sungguh manusia pilihan yang amat patuh dan taat kepada perintah Allah, walaupun perintah tersebut amat berat. Dalam ujian tersebut mereka lulus dengan sempurna, maka dengan seketika Allah mengganti Ismail dengan seekor hewan korban dan menyatakan bahwa perintah Allah lewat mimpi Ibrahim itu adalah ujian-Nya.
Karenanya Allah memberi balasan yang baik baginya, namanya harum sepanjang masa dan ia menjadi teladan bagi nabi-nabi yang datang sesudahnya. Bahkan dalam waktu shalat pada tahyat akhir terdapat doa untuk Nabi Muhammad SAW seperti yang pernah diberikan kepada Nabi Ibrahim AS
Dalam Pelaksanaan berkurban memiliki hikmah tersendiri yang dapat kita petik sebagai seorang Muslim, yakni :
- Mengenang Ketaatan NAbi Ibrahim AS
Dengan mengenang ibadah berkurban ini kita mengingat kembali betapa besarnya ketaatannya Nabi Ibrahim dan putranya, Nabi Ismail AS
- Meningkatkan Melakukan berkurban merupakan salah satu cara kita sebagai umat islam dalam mendekatkan diei kepada Allah SWT. Apa yang ingin kita raih dalam ibadah kurban ini bukanlah persembahan daging dan darahnya, melainkan untuk mendapatkan ketakwaan. Allah SWT berfirman,
“Daging-daging unta dan darahnya itu sekali-kali tidak dapat mencapai (keridhaan) Allah, tetapi ketakwaan dari kamulah yang dapat mencapainya.” (Q.S. Al-Hajj: 37).
- Sebagai tanda keislaman dan bentuk ketaatan kita terhadap Allah SWT. Bagi muslim yang hidupnya mampu, maka kurban adalah ibadah yang wajib dilakukan. Rasulullah sampai bersabda dalam salah satu hadistnya,
Dari Abu Hurairah, Rasulullah SAW bersabda: “Siapa yang mendapati dirinya dalam keadaan lapang, lalu ia tidak berqurban, maka janganlah ia mendekati tempat shalat Ied kami.” (HR. Ahmad dan Ibnu Majah).
Apa yang dialami oleh keluarga Nabi Ibrahim AS adalah sebuah suri teladan yang memiliki hikmah-hikmah mendalam secara universal. Ketika kita masuk ke dalamnya, maka akan mendapati cermin untuk melihat diri kita sendiri. Apakah kita telah menjadi orang yang taat kepada Allah, sebagaimana ketaatan keluarga Nabi Ibrahim AS. Apakah kita telah menjadi orang yang tulus ikhlas menjalani hidup ini, menjalankan perintah Allah tanpa banyak alasan. Apakah kita sudah sabar dalam menghadapi berbagai tantangan dan ujian. Apakah kita sudah banyak berkorban untuk kepentingan yang lebih. Semoga Napas tilas ini menjadi Ibrah bagi kita semua, untuk meningkatkan ketakwaan kita kepada Allah SWT, dan berkurban untuk kepentingan yang lebih luas. Aamiin
Penulis adalah : Pengurus MUI Kota Tangerang Komisi Pendidikan dan Kaderisasi, , Ketua Dewan Pengurus Wilayah Forum Silaturahmi Doktor Indonesia (FORSILADI) Provinsi Banten, dan Dewan Pakar ICMI Orda Kota Tangerang.