Oleh : Laksmi Anindita
Editor : Ida Bastian
Kelompok buruh berencana melaksanakan demonstrasi guna memperingati Mayday pada 14 Mei 2022. Demonstrasi yang melibatkan jumlah massa aksi yang cukup besar ini dikhawatirkan akan berakhir anarkis dan memicu kluster baru Covid-19, sehingga berpotensi untuk menghambat Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) maupun percepatan transisi pandemi ke endemi.
Pandemi Covid-19 sempat mengacaukan perekonomian di Indonesia, kini saat angka terkonfirmasi covid melandai dan ruang isolasi covid-19 mulai lenggang, tentu saja menjadi momentum bagi pemerintah untuk melakukan pemulihan ekonomi nasional (PEN). Jangan sampai upaya pemulihan ini terganggu atau terhambat dengan adanya aksi unjuk rasa atau demo yang merugikan.
Jazilul Fawaid selaku Wakil Ketua MPR RI sempat mengimbau kepada seluruh elemen masyarakat untuk tidak melakukan aksi unjuk rasa yang berpotensi menimbulkan kerusuhan.
Menyampaikan aspirasi merupakan hak masyarakat di mana hal ini diatur dalam konstitusi, akan tetapi suatu aksi demonstrasi yang berpotensi menimbulkan kerusuhan tentu saja kurang tepat. Apalagi semua keluhan bisa diselesaikan melalui jalan dialog dan tidak perlu aksi seperti demo, karena lebih besar mudharatnya daripada manfaatnya.
Sementara itu, Bambang Patijaya selaku Anggota DPR dari Fraksi Partai Golkar menyarankan agar sejumlah elemen masyarakat yang hendak berdemonstrasi tidak perlu menyampaikan tuntutan mengenai pemakzulan terhadap pemerintahan yang sah.
Perlu kita ketahui, bahwa Jokowi sudah menjelaskan mengenai kesimpangsiuran beberapa isu seperti soal masa jabatan presiden 3 periode. Menurutnya, Presiden Jokowi sudah menjawab tegas dengan menolak wacana tersebut.
Selain itu, dirinya juga mengatakan bahwa ekonomi Indonesia saat ini telah tumbuh positif pada triwulan pertama 2022, geliat perekonomian saat ini semakin bergairah setelah angka kejadian Covid-19 mulai melandai.
Pada aksi demonstrasi di akhir bulan Ramadan 1443 Hijriah lalu, sempat terbentang spanduk yang mendesak agar Jokowi mundur dari jabatan Presiden Republik Indonesia. Selain itu, spanduk tersebut juga bertuliskan Mosi tidak percaya terhadap DPR dan pemerintah Jokowi-Ma’ruf. Akhirnya, terjadilah bentrokan saat demonstrasi di depan Gedung DPR/MPR, Senayan.
Aksi demo buruh sebenarnya merupakan sesuatu yang sudah usang, seakan demo buruh telah menjadi agenda tahunan bagi para buruh. Ironinya ketika mereka beraksi, para elit buruh banyak yang melakukan sweeping dan mengajak buruh yang lain untuk turut serta dalam aksi, hasilnya tidak sedikit justru yang berangka demo sambil bercanda seakan tidak paham akan isu yang sedang diangkat.
Kalaupun ada yang ingin disampaikan, kenapa mesti ada demo dan melibatkan buruh yang mungkin tidak ngerti apa – apa. Apakah dengan semakin ramainya buruh maka semua buruh akan bahagia? Atau jangan – jangan cuma elite buruhnya saja yang merasa bahagia karena merasa superior diantara buruh yang lain.
Aksi demo dengan melakukan sweeping merupakan salah satu pemaksaan yang tentu saja tidak etis untuk dilakukan. Hal ini akan membuat peserta demo justru hanya menjadi buah ceri di antara para pendemo yang lain.
Pengerahan massa untuk aksi turun ke jalan, semestinya tidak perlu dilakukan secara paksa sehingga membuat operasional pabrik terganggu, padahal untuk mencari kerja saja sudah butuh perjuangan. Alih-alih menyampaikan aspirasi, justru malah mendatangkan mudharat.
Aksi demo juga tidak perlu menyampaikan tuntutan mengenai pemakzulan terhadap pemerintahan Joko Widodo-Ma’ruf Amin. Hal ini tentu saja berpotensi mengalihkan isu utama yang disuarakan serta menjadi pertanda bahwa aksi demo yang dilakukan oleh para Buruh adalah aksi yang sarat akan kepentingan politik. Tentu tidak etis menjadikan Buruh sebagai alat politis untuk menaikkan popularitas partai.
Di sisi lain, pemerintah juga tengah berupaya untuk mewujudkan transisi dari Pandemi Covid-19 ke Endemi Covid-19, upaya ini tentu saja tidak patut jika para buruh justru melakukan aksi turun ke jalan hingga mengakibatkan kerumunan.
Tentu saja masih ada berbagai cara yang bisa dilakukan oleh buruh untuk menyampaikan aspirasinya tanpa perlu melakukan aksi turun ke jalan hingga memaksa buruh yang masih bekerja untuk turut serta tanpa memahami apa yang hendak diperjuangkan.
Aksi Demo tentu saja memiliki dampak yang signifikan, mulai dari kemacetan sampai pada kepercayaan calon investor yang hendak menanamkan modalnya di Indonesia. Padahal investasi adalah salah satu motor penggerak ekonomi di Indonesia, karena dengan meningkatnya investasi, lapangan kerja akan semakin terbuka.
)* Penulis adalah kontributor Pertiwi Institute