Kearifan Lokal Mampu Cegah Radikalisme

 

Oleh : Sandy Kurniawan
Editor : Ida Bastian

Semua pihak perlu bersinergi untuk mencegah radikalisme yang saat ini masih menjadi ancaman bersama. Salah satu cara untuk mencegah radikalisme adalah dengan menguatkan kembali kearifan lokal di masyarakat.
Pengeboman, kekerasan, dan sweeping sembarangan, terjadi karena ulah kelompok radikal dan teroris. Mereka memanfaatkan kelengahan pasca era reformasi, ketika masyarakat bereuforia menikmati kebebasan bersuara dan berpolitik, sehingga diam-diam masuk ke Indonesia. Lantas dengan liciknya mempengaruhi banyak orang agar masuk ke dalam kelompok radikal dan membentuk negara khilafah, serta menggusur pancasila dan UUD 45.
Sudah banyak cara dilakukan untuk mencegah merebaknya radikalisme di Indonesia, mulai dari sosialisasi, pembubaran kelompok radikal, hingga penangkapan tersangka teroris. Namun ada 1 lagi yang perlu digiatkan agar radikalisme tidak makin parah, yakni dengan jalan kearifan lokal. Hal ini disampaikan oleh ketua MPR RI Bambang Soesatyo.
Pria yang akrab disapa dengan panggilan Bamsoet ini menegaskan bahwa kearifan lokal yang dimaksud adalah budaya orang Indonesia yang suka tolong-menolong. Sejak dulu, bahkan sebelum merdeka, kita dikenal dengan bangsa yang bergotong-royong, guyub, cinta perdamaian, dan juga memiliki toleransi yang besar. Hal ini harus ditanamkan kembali karena merupakan kebudayaan asli, sedangkan radikalisme adalah pengaruh dari luar negeri.
Dalam artian, walau sudah di era milenial, kita jangan sampai lupa ajaran nenek moyang tentang menjaga kerukunan dan bertoleran satu sama lain. Sebelum merdeka, Indonesia sudah memiliki banyak suku bangsa dan perbedaan ini tidak dipermasalahkan. Malah Jong Java, Jong Ambon, dan Jong alias kelompok pemuda dari lain suku saling bekerja sama untuk mewujudkan kemerdekaan negeri ini.
Toleransi adalah intinya karena di era internet ini sebaiknya kita masih menjaga hubungan baik dengan tetangga dan saling memahami bahwa tidak semua orang itu sama. Pelajaran ini juga harus ditingkatkan lagi di sekolah, sebagai tempat pendidikan bagi semua WNI. Jangan sampai ada perpecahan gara-gara semua orang tidak pernah diajak untuk bertoleransi kepada sesama oleh sang guru.
Jika para murid memahami toleransi sejak kecil maka ia akan paham bahwa hidup di Indonesia itu unik karena ada banyak suku, keyakinan, dan perbedaan-perbedaan lainnya. Namun perbedaan ini bukanlah untuk memecahkan perdamaian, melainkan bisa disatukan menjadi melting pot yang unik. Perbedaan itu indah dan tidak usah dibesar-besarkan.
Toleransi ini yang tidak bisa diterima oleh kelompok radikal dan teroris karena mereka ingin agar memilki negara khalifah yang cenderung monarki dan tidak sesuai dengan kepribadian bangsa Indonesia. Jika ada perbedaan sedikit saja, maka kelompok radikal bisa kebakaran jenggot. Buktinya adalah sweeping jelang desember dan bulan-bulan perayaan lain, dan mereka masih nekat walau kelompoknya sudah dibubarkan.
Ketika semua WNI memahami bahwa toleransi adalah kunci untuk mempersatukan Indonesia, maka mereka tak hanya menghafalnya tetapi juga mempraktekkannya. Misalnya ketika ada tetangga yang butuh bantuan, akan ditolong dengan senang hati, walau ia berbeda agama. Kebersamaan ini tidak dipermasalahkan karena yang diperbuat adalah untuk menyatukan masyarakat dan tidak mengubah akidahnya.
Gotong-royong dan toleransi adalah kearifan lokal dan warisan budaya Indonesia yang wajib dilestarikan karena bisa membabat habis kelompok radikal dan teroris. Jika semua orang kompak dan saling menghormati, maka mereka akan menghindari dan tidak mudah kena bujuk-rayu serta terseret dalam arus radikalisme. Kita wajib mempopulerkan kembali kearifan lokal karena sangat bagus untuk semua WNI.

)* Penulis adalah kontributor Pertiwi Institute

About PORTALINDONEWS

Check Also

Narkoba Ancam Generasi Muda, Pemerintahan Presiden Prabowo Tingkatkan Pengawasan Nasional

Portalindonews.com, Jakarta – Situasi darurat narkoba yang mengancam generasi muda menjadi perhatian serius di bawah …