Mendukung Aparat Penegak Hukum Tertibkan Ormas Agama dari Radikalisme

 

Oleh : Muhammad Yasin
Editor : Ida Bastian

Radikalisme sangat berbahaya karena sudah merambah ke Ormas Keagamaan. Masyarakat mendukung aparat penegak hukum agar dapat menertibkan Ormas agama dari radikalisme yang dapat mengancam keutuhan NKRI.
Radikalisme menjadi paham yang sangat berbahaya karena bisa meracuni pikiran masyarakat, dengan membuat mereka seolah-olah jadi orang suci. Padahal itu hanya kedok, karena radikalisme yang berafiliasi dengan terorisme, sering menggunakan kekerasan dalam mewujudkan keinginannya. Misalnya dengan penyerangan, sweeping tanpa izin, bahkan pengeboman di fasilitas umum.
Pemberantasan radikalisme terjadi di mana saja. Tak hanya di lapangan tetapi juga di kalangan abdi negara, juga organisasi yang berkaitan dengan pemerintah seperti Majelis Ulama Indonesia (MUI). Ketika ada dua pengurus MUI Kota Bengkulu yang ketahuan menjadi anggota kelompok radikal, maka masyarakat amat kaget. Pasalnya radikalisme sudah merambah masuk ke MUI secara diam-diam sehingga mereka takut akan penyebarannya.
Yul Khamra, Ketua MUI Kota Bengkulu, menyatakan bahwa dua pengurus MUI yang berinisial RH dan CH sudah dinonaktifkan. Pasalnya, mereka sudah dinyatakan sebagai tersangka kasus radikal. Khamra mengaku kaget karena mereka menjabat di posisi yang strategis.
Khamra menambahkan, sebelumnya ia tidak pernah menaruh kecurigaan sama sekali terhadap RH dan CH. Mereka adalah sarjana yang cerdas dan bergaul seperti biasa. Apalagi sejak tahun 2005 sudah aktif di MUI, sehingga ketika tiba-tiba kena kasus, sangat mengagetkan.
Masyarakat mendukung penuh penertiban anggota Ormas ini agar MUI tidak teracuni oleh paham radikal. Ketika ada anggotanya, walau hanya 2 orang, yang tersangkut kasus radikalisme, maka harus diusut dengan tuntas. Jangan hanya ditangkap lalu tidak ada penyelidikan dan penyidikan lebih lanjut, karena bisa jadi mereka terlibat jaringan radikalisme dan terorisme.
Jika ada anggota kelompok radikal yang tertangkap oleh aparat keamanan maka biasanya dijadikan informan. Mereka bisa diinterogasi, sejauh mana keterlibatannya di organisasi radikal dan teroris tersebut. Jika terkuak maka akan sangat bagus karena bisa diadakan penyelidikan lebih lanjut mengenai organisasi teroris di Indonesia, dan pemberantasan radikalisme serta terorisme juga akan lebih mudah.
Selain itu, wajib juga untuk ditanya beberapa hal. Mengapa mereka sampai terjebak radikalisme? Bagaimana cara mereka menelusup ke organisasi bergengsi seperti MUI? Padahal MUI adalah organisasi yang strategis karena bisa mengeluarkan fatwa untuk kehidupan masyarakat, termasuk memutuskan kehalalan suatu produk.
Aparat penegak hukum wajib menerapkan justice seadil-adilnya kepada kedua anggota kelompok radikal tersebut. Jangan mentang-mentang anggota MUI lalu diistimewakan. Justru mereka harus mempertanggungjawabkan perbuatannya, karena telah mencoreng muka MUI Kota Bengkulu. Jangan sampai MUI jadi identik dengan radikalisme gara-gara mereka.
Jangan ragu untuk menghukum dengan UU terorisme, jika memang mereka terbukti bersalah. Setiap WNI harus taat di mata hukum, tak peduli dia warga sipil biasa atau anggota MUI.
Ketika ada kasus seperti ini maka tiap organisasi, baik yang berkaitan dengan pemerintah atau tidak, wajib diselidiki. Jangan sampai ada yang anggotanya terlibat radikalisme dan terorisme dan malah menyebarkannya, baik secara diam-diam atau terang-terangan. Ini bukanlah paranoid, melainkan cara untuk mencegah radikalisme di Indonesia.
Penangkapan 2 pengurus MUI Kota Bengkulu karena kasus radikalisme amat mengejutkan, karena mereka bisa bersiasat lalu masuk ke MUI dengan mudahnya, bahkan sejak tahun 2005. Penyelidikan lebih lanjut harus dilakukan. Jangan sampai ada organisasi lain yang teracuni oleh paham radikal.
)* Penulis adalah kontributor Pertiwi Institute

About PORTALINDONEWS

Check Also

Pemerintah siapkan stimulus ekonomi untuk penyesuaian PPN 1 %

Portalindonews.com, JAKARTA – Pemerintah melalui Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak Kementerian Keuangan (Kemenkeu) memastikan kebijakan penyesuaian …