Oleh : Alya Rohali
Editor : Ida Bastian
Covid-19 varian Omicron terus bermutasi salah satunya menjadi subvarian BA.2 atau yang disebut sebagai omicron siluman. Masyarakat diminta tetap tenang dan selalu menaati Protokol Kesehatan sebagai kunci menghadapi penyebaran virus tersebut.
Ahli Epidemiologi Penyakit Menular dan Pimpinan Teknis Covid-19 di Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), Maria Van Kerkhove menyebutkan bahwa varian Omicron tidak berhenti sampai di BA.2. bahkan kabar terbaru sudah ada varian BA.3.
Pada tanggal 5 Maret 2022, Maria mengabarkan bahwa subvarian Omicron BA.2 yang semula dianggap parah rupanya dinilai sama ringannya seperti BA.1. Baru setelah itu Maria sedikit menyebut adanya Omicron Siluman dari subvarian lainnya yaitu BA.3.
Dengan adanya laporan subvarian Omicron BA.3, WHO seperi mengisyaratkan bahwa pandemi Covid-19 belum benar-benar berakhir, dan SARS-Cov-2 atau Virus Corona masih merupakan virus berbahaya yang mengintai di sekitar kita. Di Indonesia sendiri, per 5 Maret 2022, kasus Omicron Siluman telah bertambah menjadi 335 jiwa.
Varian Omicron pertama kali terdeteksi pada bulan November 2021. Tepat pada tanggal 26 November 2021, WHO telah menetapkannya sebagai Varian of Concer (VoC) atau varian yang mengkhawatirkan. WHO menjelaskan bahwa Omicron termasuk garis keturunan Pango B.1.1.529 dan garis keturunan Pango BA.1, BA.1.1. BA.2 dan BA.3.
Sebuah studi penelitian yang diterbitkan pada 18 Januari 2022 di Journal of Medical Virology juga telah mengonfirmasi keberadaan sub-garis keturunan BA.3. Masih dari studi tersebut diketahui bahwa subvarian Omicron BA.3 pertama kali terdeteksi di barat laut Afrika Selatan.
Sesuai penelitian pada 11 Januari 2022 dari total sekuens genom yang dikirimkan ke database GISAID hanya 0,013 persen yang merupakan subvarian Omicron BA.3 dan yang tertinggi adalah BA.1.
Studi lebih lanjut menemukan bahwa ada lebih sedikit mutasi pada BA.3 daripada BA.1 dan berspekulasi bahwa hilangnya mutasi mungkin menjadi alasan mengapa BA.3 memiliki jumlah infeksi yang lebih sedikit. Maria menuturkan, bahwa BA.3 telah disebut sebagai garis keturunan Omicron yang kurang lazim oleh banyak penelitian.
Sejauh ini subvarian dominan Omicron adalah BA.1 dan BA.2, di mana keduanya tidak memiliki perbedaan dalam tingkat keparahan yang ditimbulkannya. Perlu diketahui juga bahwa gejala terinfeksinya Omicron siluman tidak jauh berbeda dengan Covid-19 pada varian sebelumnya. Sementara itu gejala seperti kehilangan indera penciuman dan perasa tidak terdeteksi pada Covid-19 Omicron siluman ini.
Penularan Covid-19 varian Omicron siluman ini dapat terjadi melalui beberapa cara seperti antar manusia secara langsung atau tidak langsung pada meja, gagang pintu, pegangan dan lainnya, menyentuh mata, hidung atau mulut setelah memegang sesuatu yang terkontaminasi dengan virus Corona.
Selain itu, infeksi juga terjadi melalui sekresi yang dikeluarkan dari mulut atau hidung pasien Covid-19 seperti air liur, droplet, batuk, bersin dan lain sebagainya. Dikhawatirkan subvarian Omicron ini dapat memicu gejala berat dari varian aslinya. Namun sejauh ini pemerintah masih belum menunjukkan adanya perbedaan antara varian Omicron dan Omicron siluman ini.
Kriteria varian Omicron adalah kehilangan tiga gen yang dapat ditemukan dari tes PCR. Namun, untuk subvarian Omicron siluman ini tidak memiliki gen yang hilang seperti varian sebelumnya.
Pada kesempatan berbeda, Juru Bicara Vaksinasi Covid-19 Kemenkes, Siti Nadia Tarmizi menuturkan, subvarian Omicron BA.2 atau Omicron Siluman memiliki kemampuan menular lebih cepat daripada varian Omicron yang sekarang. Oleh sebab itu, deteksi dini apabila muncul gejala covid-19 dengan test PCR maupun rapid test antigen dinilai efektif untuk mencegah terjadinya cluster penularan yang lebih luas.
Dokter Nadia sempat mengatakan bahwa subvarian BA.2, dapat mengakibatkan orang yang terpapar mengalami sakit yang berkepanjangan. Dirinya juga menuturkan, subvarian Omicron BA.2 atu Omicron siluman memiliki kemampuan menular lebih cepat daripada Omicron yang saat ini. Oleh sebab itu, tes PCR maupun Rapid test antigen dinilai efektif dalam mencegah penularan yang lebih luas.
Keberadaan covid-19 dalam berbagai varian tentu saja patut kita waspadai, menaati Prokes hingga patuh vaksinasi sehingga tubuh dapat memberikan proteksi ketika tertular virus Corona.
)* Penulis adalah kontributor Lingkar Khatulistiwa