Portalindonews.com – Pemerintah telah mengambil kebijakan penyesuaian harga bahan bakar minyak yang dibarengi dengan penyaluran Bantuan Langsung Tunai atau BLT. Sejumlah pihak meyakini bantalan sosial itu berdampak positif bagi masyarakat.
Menurut mantan Menristek/Kepala BRIN, Prof. Bambang Brodjonegoro, pemberian bantuan langsung kepada masyarakat dinilai lebih efektif dibandingkan dengan pemberian subsidi kepada produk.
“Ini cara pemerintah membantu ekonomi masyarakat yang membutuhkan, bukan melalui subsidi harga komoditas, yang ditentukan oleh pasar internasional. Kalau yang sampai ke masyarakat harus bantuan langsung,” ucap Bambang dalam serial webinar Moya Institute bertajuk Langkah Penyelamatan APBN: Perlu atau Tidak, Jumat (23/9).
Bambang berujar bahwa bantalan sosial tersebut harus dikelola oleh Kementerian Sosial dan disalurkan kepada masyarakat, khususnya mereka yang berada dalam kelompok pra sejahtera, rentan miskin, dan pra kelas menengah.
Bambang menambahkan, Pemerintah melalui Kemensos telah melaksanakan pemberian bantuan sosial Program Keluarga Harapan (PKH ) kepada 10 juta Keluarga Penerima Manfaat (KPM). Selain itu, bantuan sosial pangan non tunai melalui Kartu Sembako diberikan kepada 18,7 juta KPM, dan penyaluran BLT minyak goreng kepada 20,3 juta penerima.
“Pemberian bantuan sosial tersebut diharapkan dapat mengurangi beban pengeluaran dan menjaga tingkat konsumsi masyarakat pra sejahtera, serta mengurangi tingkat kemiskinan” kata Bambang
Hal senada juga diungkapkan Pemerhati Isu-Isu Strategis Prof. Imron Cotan. Imron menilai kebijakan penyesuaian harga BBM adalah langkah yang tepat.
“Pemerintah membuat kebijakan penyesuaian harga BBM dengan bantuan sosial agar tersalurkan kepada Keluarga Penerima Manfaat lebih tepat sasaran” ujar Imron
Kendati demikian, Imron menganggap bahwa penyaluran Bansos harus dipastikan dapat tepat sasaran. Salah satunya caranya adalah dengan menggunakan Single Identity Number (SIN).
Menurut Imron, SIN diyakini mampu mendeteksi penyelewengan Bansos, sehingga masyarakat akan dapat menerima manfaat secara cepat.
Pada kesempatan yang sama , Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Berly Martawardaya mengemukakan invasi Rusia ke Ukraina dan tensi geopolitik global telah menyebabkan inflasi dan mengerek harga komoditas, termasuk minyak.
Hal tersebut berakibat pada melesatnya harga minyak tahun 2022 yang jauh di atas perkiraan Pemerintah. Akibatnya, Pemerintah harus menyesuaikan kembali Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) agar tetap seimbang. Stabilitas APBN diperlukan sebagai bentuk perlindungan terhadap kelompok ekonomi rentan.
***