Oleh : Afdhal Rahsya
Editor : Ida Bastian
Radikalisme merupakan ancaman bangsa di tengah era digital. Oleh sebab itu diperlukan penguatan literasi digital untuk mencegah penyebaran paham radikal yang saat ini dapat menjangkiti semua lapisan masyarkat.
Jangan pernah meremehkan dan menganggap seolah paham radikal di masyarakat sudah tidak ada. Mereka nyatanya masih terus mengancam dan bisa saja suatu saat melakukan pergerakan yang kemudian membuat pecahnya keutuhan dan persatuan Bangsa. Maka dari itu seluruh masyarakat Indonesia harus terus bersiap akan terjadinya hal tersebut dengan mencegahnya menggunakan berbagai cara.
Di era keterbukaan informasi dan teknologi seperti sekarang ini, bukan tidak mungkin masyarakat mampu dengan sangat mudah mencari dan mengakses apapun informasi yang hendak mereka butuhkan. Namun para propagandis paham radikal juga memanfaatkan era teknologi untuk lebih menyebarluaskan ajarannya melalui media sosial. Untuk itu literasi digital merupakan salah satu hal yang sangat penting untuk terus digaungkan.
Kapolda Gorontalo, Irjen Pol Akhmad Wiyagus memberikan imbauan kepada seluruh masyarakat, khususnya bagi para penyuluh agama untuk bisa memanfaatkan kemajuan teknologi dengan sebaik mungkin, yakni mampu memberikan berbagai macam pemahaman serta perspektif yang membangun kepada seluruh masyarakat secara luas dengan nilai-nilai keagamaan yang penuh akan cinta kasih dan perdamaian.
Hal tersebut menurutnya merupakan salah satu cara yang efektif di masa serba teknologi seperti sekarang karena memang tidak bisa dipungkiri bahwa ajaran-ajaran radikal pun sudah banyak tersebar melalui media sosial. Untuk itu harus ada kontra narasi yang kuat pula jika hendak memerangi radikalisme tersebut.
Lebih lanjut, Akhmad menegaskan bahwa masyarakat hendaknya tidak mudah terjebak dan termakan berita-berita hoaks yang isinya banyak mengadu domba serta menyebarkan ujaran kebencian dalam bentuk apapun. Masyarakat hendaknya hanya mengakses pemberitaan atau informasi yang jelas sumbernya dan bisa dipertanggungjawabkan.
Jenderal Polisi bintang dua tersebut kembali menekankan bahwa sudah seharusnya para penyuluh agama tidak kalah dari para propagandis ajaran radikal dan menuntut supaya mereka juga melek digital karena perang informasi di media sosial saat ini menjadi hal yang sangat penting lantaran media sosial sendiri bisa dikatakan menjadi makanan sehari-hari masyarakat.
Pada kesempatan yang sama, Kombes Pol Didik Novi Rahmanto selaku Kepala Satuan Tugas Wilayah (Kasatgaswil) Gorontalo Densus 88 Anti Teror Polri mengungkapkan bahwa tugas penting diemban oleh para penyuluh agama supaya mampu untuk memberikan pemahaman keagamaan yang lebih luas serta melakukan pendampingan kepada seluruh masyarakat supaya mereka tidak terjebak dan hanyut pada pemahaman yang keliru pada ajaran agama dan serba curiga kepada kelompok lain di luar kelompok mereka yang menjadi cikal-bakal pemikiran radikal serta ekstremis.
Didik mengharapkan dengan hadirnya peran para penyuluh agama di media sosial juga, akan mampu lebih cepat memutus mata rantai penyebaran ajaran radikal dan mampu mendorong masyarakat supaya lebih menjalani hidup dengan penuh nilai toleransi serta mempekuat ideologi Pancasila maupun NKRI. Selain itu Kombes Pol Didik juga mengharapkan supaya para penyuluh agama ini mampu untuk terus menggelorakan narasi kebhinnekaan dan juga menjadi konsultan bagi permasalahan di tengah masyarakat.
Sementara itu, di sisi lain Ketua Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI), Meutya Hafid meminta kepada seluruh kader Badan Komunikasi Pemuda Remaja Masjid Indonesia (BKPRMI) untuk turut serta aktif membina seluruh generasi muda supaya bisa ikut menangkal ajaran radikal dan terus menyemarakkan semangat persatuan dan kesatuan di Tanah Air.
Hal tersebut lantaran menurutnya sampai saat ini, perkembangan dari paham radikal sendiri semakin hari sudah semakin mengkhawatirkan saja bagi Bangsa Indonesia, khususnya kemudahan akses informasi sehingga kelompok-kelompok radikal itu mampu dengan gampang menulari pemikiran para pemuda dan remaja di Indonesia.
Meutya Hafid menyatakan bahwa pembinaan generasi Qur’ani bagi seluruh pemuda Indonesia yang terus dilakukan oleh BKPRMI patut untuk diberikan apresiasi karena hal tersebut juga merupakan upaya yang mampu mendukung Pemerintah dalam pencegahan penyebaran ajaran radikal. Inovasi harus terus dilakukan bahkan juga merambah ke ranah media sosial sebagai salah satu metode pencegahan radikalisme atau upaya pengembangan program deradikalisasi.
Berkaca pada hal tersebut, penguatan literasi digital menjadi upaya strategis untuk mencegah penyebaran paham radikal yang umumnya banyak berkembang melalui media sosial. Selain itu, masyarakat pun diminta untuk selalu bijak dalam bermedia agar dunia siber menjadi tempat yang aman untuk semua pihak.
)* Penulis adalah pegiat literasi, tinggal di Karawang