Oleh : Rebecca Marian
Editor :Ida Bastian
KST kembali berulah dengan menembak warga sipil di daerah Yakuhimo, Papua. Kekejaman KST membuat masyarakat makin antipati, karena mereka nekat membunuh warga asli Papua. Oleh karena itu, mereka harus dibawa ke pengadilan, karena melanggar HAM berat.
KST identik dengan kelompok yang melakukan berbagai penyerangan, baik ke warga sipil maupun aparat. Masyarakat asli Papua sendiri pun tidak suka dengan mereka karena bertingkah sok jagoan tetapi lari tunggang-langgang saat dikejar oleh aparat. Mereka juga melakukan pembunuhan keji, baik pada aparat maupun warga sipil sendiri.
Tanggal 25 juni 2021 adalah hari yang mencekam di Kampung Bingki, Kabupaten Yakuhimo, Papua. Danrem 127/PWY Brigjen TNI Izak Pangemanan menyatakan bahwa ada 4 orang pekerja bangunan yang meninggal karena ditembak oleh KST, yakni Suardi, Sudarto, Idin, dan Ipa. Mereka akan dievakuasi dengan helikopter. Sedangkan Kepala Kampung yang juga tertembak, dalam kondisi kritis.
Penduduk Kampung Bingki yang lain sudah mengungsi ke ibukota Kabupaten Yakuhimo. Proses pengungsian tentu dikawal terus oleh aparat. Terlebih, takutnya ada anggota KST yan kembali untuk melakukan teror.
Kekejaman KST tentu sudah dikategorikan sebagai pelanggaran HAM berat. Penyebabnya karena mereka bukan kali ini saja melakukan penembakan ke masyarakat sipil. KST berkali-kali menyerang warga, mulai dari yang berstatus sebagai tukang ojek, murid, hingga guru. Modusnya sama, yakni menuduh mereka sebagai mata-mata aparat, padahal bukan.
Masyarakat sipil yang ditembak tentu tak bisa melawan karena tidak punya senjata untuk membela diri. Oleh karena itu wajar jika KST dianggap melanggar HAM, karena melakukan pembunuhan tentu sebuah tindakan tak terpuji dan melanggar aturan. Mereka terancam hukuman 20 tahun penjara atau kurungan seumur hidup.
Masyarakat Papua sendiri juga setuju ketika KST didakwa atas kasus pelanggaran HAM. Penyebabnya karena mereka tidak bisa beraktivitas dengan normal gara-gara ancaman KST. Apalagi sebagian korban yang ditembak adalah warga Papua sendiri, sehingga mereka memperlihatkan kekejaman karena membunuh saudara sesukunya sendiri.
Selain menembak warga sipil, KST juga berkali-kali menyerang aparat terlebih dahulu. Ini juga sebuah pelanggaran HAM, karena aparat bertugas untuk menjaga keamanan Papua, tetapi malah diserang dengan sniper atau modus yang lain. Bagi KST, aparat adalah representasi pemerintah, jadi dianggap musuh oleh mereka.
Dengan bukti-bukti ini maka sudah jelas kalau KST melanggar hak asasi manusia di Papua, karena melakukan berbagai aksi. Mulai dari pengancaman, penembakan, hingga pembunuhan. Jika terus dibiarkan akan berbahaya, karena membuat kehidupan warga sipil jadi tidak aman.
Tuduhan KST bahwa aparat yang melanggar HAM salah besar. Aparat tidak pernah menembak warga sipil saat kontak senjata, karena tahu beda antara masyarakat biasa dengan anggota KST. Netizen di seluruh dunia perlu tahu akan hal ini dan tidak terjebak oleh berita atau foto palsu yang sengaja disebar oleh KST, untuk propaganda mereka.
Satgas Nemangkawi dan aparat lain berusaha keras untuk menangkap tiap anggota KST, agar tercipta perdamaian di Papua. KST harus diberantas karena sudah terbukti melanggar HAM dan melakukan berbagai tindakan keji. Mereka tak bisa dibiarkan begitu saja, karena jika masih berkeliaran akan membahayakan posisi warga sipil.
Kekejaman KST sudah jelas menunjukkan bahwa mereka melakukan pelanggaran HAM. Oleh karena itu, KST masih terus diburu oleh aparat. Tidak benar bahwa penambahan jumlah aparat adalah sebuah pelanggaran HAM, karena hal ini ditujukan untuk mengamankan rakyat Papua. Masyarakat malah senang karena aparat terus bertindak cepat saat memburu KST.
)* Penulis adalah mahasiswa Papua tinggal di Yogyakarta