Oleh : Agung Priatna
Editor : Ida Bastian
Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) dirancang agar lebih banyak orang yang terlindungi dari kejahatan pidana. RKUHP juga tetap akan melindungi kebebasan berekspresi masyarakat dan tidak mengancam demokrasi.
Masyarakat mungkin masih ada yang belum memahami bahwa Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) akan segera direvisi dan bisa saja mereka baru mengetahui jika UU ini merupakan warisan era penjajahan Belanda. RKUHP dibuat agar sesuai dengan kehidupan warga Indonesia saat ini. Namun ada saja kalangan masyarakat yang memprotes RKUHP dengan alasan mengikat kebebasan.
Dalam RKUHP Pasal 256 dijelaskan bahwa akan ada hukuman selama 6 bulan penjara, bagi siapa saja yang menggelar pawai, unjuk rasa, atau demonstrasi di jalan umum tanpa pemberitahuan ke pihak berwajib. Masyarakat merasa kebebasannya ditentang. Padahal tidak seperti itu karena mereka harus mendalami lagi pengertian pasalnya.
RKUHP tidak pernah melarang unjuk rasa di jalan umum karena merupakan bagian dari demokrasi rakyat. Yang dilarang adalah demonstrasi tanpa izin dan berbuat anarkis. Unjuk rasa memang harus mendapatkan izin karena butuh pengamanan dan pengendalian arus lalu-lintas, agar tidak merugikan banyak pengguna jalan. Oleh karena itu diatur dengan detail oleh RKUHP.
Dengan pengaturan oleh RKUHP maka diharap demonstrasi akan selalu tertib dan meminta izin terlebih dahulu ke pihak berwajib. Kebanyakan unjuk rasa yang tidak berizin dan tidak terkoordinasi akan berakhir dengan ricuh, bahkan bisa disusupi oleh provokator dan anarko. Keadaan ini tentu mengerikan karena bisa memicu kerusuhan dan kerugian, karena ada potensi kerusakan pada fasilitas umum dan penjarahan.
Tahun 2021 ada demo tak berizin di Madura dan dengan kejamnya para pengunjuk rasa mengusir sebuah mobil ambulans. Padahal ambulans membawa pasien dalam keadaan terdesak dan harus segera melaju. RKUHP akan mencegah kejadian negatif seperti ini dan menertibkan keadaan di jalanan, serta menjaga keadaan agar tetap kondusif.
Pasal lain dalam RKUHP yang dianggap mengikat kebebasan oleh sebagian orang adalah pasal mengenai pelanggaran hukum adat. Padahal sudah banyak orang tahu bahwa di beberapa daerah hukum adatnya masih kental, seperti di Bali dan Papua. Jika dulu pelanggaran adat hanya diberi sanksi sosial atau hukuman sesuai petunjuk tetua adat, maka saat ini bisa dipidana.
Kebebasan masyarakat tidak akan tercerabut jika mereka mematuhi hukum adat, karena warga negara Indonesia yang baik juga harus mematuhi hukum adat di berbagai daerah. Misalnya ketika mereka memasuki suatu rumah adat atau tempat wisata tertentu, tidak bisa memakai baju yang terbuka karena wajib menjaga kesopanan. Jangan marah jika ditegur atau diminta untuk mengenakan kain agar pakaiannya lebih tertutup.
Tidak benar jika RKUHP anti kebebasan karena Indonesia adalah negeri timur yang menjunjung norma-norma kesopanan. Jangan sampai banyak orang jadi liberal dan melanggar nilai moral di negeri ini. RKUHP menjaga adat ketimuran dan tidak membatasi kebebasan, melainkan mengatur agar lebih banyak orang yang menjaga sopan-santun.
Kemudian, dalam RKUHP ada pasal mengenai larangan untuk membuat acara yang bersuara keras dan mengganggu tetangga di malam hari. Jika ada pelanggaran maka dendanya sebesar 10 juta rupiah. Banyak orang yang terkejut akan pasal ini, terutama ketika melihat nominal dendanya.
Pasal larangan ingar-bingar di malam hari ini tidak melarang masyarakat untuk membuat pesta pernikahan atau acara lain. Hanya saja pasal ini dibuat agar banyak orang yang lebih tertib dalam membuat acara keramaian. Jangan sampai ada yang terganggu gara-gara musik dan suara pada acara tersebut lalu emosi dan terjadi pertengkaran sengit.
Masyarakat wajib untuk memahami bahwa dalam kehidupan bertetangga tidak bisa seenaknya sendiri lalu ribut-ribut dan mengabaikan banyak orang. Bisa jadi ada tetangga yang punya bayi, balita, atau lansia, yang langsung menangis, shock, bahkan kumat penyakitnya.
Dalam RKUHP juga ada pasal yang menentang keras living together dan ini bukan bentuk pengikatan kebebasan, karena perzinahan juga dilarang oleh hukum agama. Indonesia adalah negara demokrasi, bukan negara liberal. RKUHP akan menjaga moral masyarakat dan memberantas perzinahan di negeri ini.
Pasal-pasal dalam RKUHP dirancang khusus oleh para profesor dan ahli hukum ternama di Indonesia. Semua pasal dibuat agar masyarakat terlindungi dari berbagai kejahatan pidana. RKUHP tidak mengikat kebebasan masyarakat karena peraturan-peraturannya dibuat agar lebih banyak orang yang tertib dan tidak melakukan tindakan amoral.
RKUHP tidak pernah mengikat kebebasan masyarakat. Pasal-pasal dalam RKUHP dibuat agar kehidupan berjalan dengan lebih tertib. Tanpa adanya perzinahan, living together, kebisingan akibat acara tetangga yang mengganggu, dan pelanggaran hukum adat. Masyarakat mengerti bahwa RKUHP akan membuat Indonesia lebih baik dan tertib.