Oleh : Ismail
Editor : Ida Bastian
Reuni 212 akan diadakan kembali, rencananya pada awal desember 2021. Masyarakat langsung menolaknya mentah-mentah karena masih ada pandemi dan dapat memicu gelombang ketiga Covid-19.
Selama pandemi hampir 2 tahun ini ada banyak perubahan di masyarakat, terutama saat di luar rumah. Kita semua wajib menaati protokol kesehatan seperti memakai memakai masker dan menjaga jarak. Selain itu yang juga penting adalah menghindari kerumunan karena bisa jadi ada OTG, apalagi ketika iabelum divaksin.
Akan tetapi aturan ini akan diterobos oleh PA 212 karena mereka akan melakukan reuni, tepat di tanggal 2 Desember 2021. Ketua PA 212 Selamet Ma’arif mengakui hal itu dan ia sedang mengurus teknisnya, termasuk mengajukan izin keramaian ke kepolisian.
Akan tetapi masyarakat tidak menaruh simpati sama sekali pada reuni 212. Pertama, acara ini terlalu kental aroma politiknya, dan dicurigai ada tangan-tangan tak kasat mata yang jadi dalangnya. Kedua, reuni diadakan di tengah pandemi sehingga jelas melanggar protokol kesehatan, dan dipastikan tidak akan mendapat izin dari pihak kepolisian.
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta sendiri ketika dikonfirmasi menyatakan bahwa Monas masih ditutup selama pandemi. Dalam artian, mereka juga ogah dikait-kaitkan dengan reuni 212, dan menolaknya secara halus. Jika memang tidak ada izin resmi dari pihak kepolisian dan pemerintah provinsi DKI Jakarta, maka dipastikan reuni akan dibubarkan.
Ketika massa dihalau dan dibubarkan maka jangan marah, karena memang mereka yang melanggar peraturan dan protokol kesehatan. Meski sudah memakai masker, apa bisa menjamin bahwa selama acara berlangsung, dikenakan full dan tidak dibuka sama sekali? Minimal pasti dibuka sekali, saat makan bersama.
Padahal membuka masker amat berbahaya, apalagi saat reuni ada banyak orang sehingga berdesak-desakan dan melanggar aturan jaga jarak. Apakah peserta reuni bisa menjamin kalau teman di sebelahnya bukan seorang OTG? Atau jangan-jangan malah dia yang OTG, karena saat pandemi semua orang bisa dicurigai.
Saat membuka masker dan tidak menjaga jarak maka ada potensi penularan corona, karena droplet bisa tersebar dengan mudah di udara. Bayangkan jika ada yang ternyata OTG dan ia menularkan ke ribuan peserta reuni, sungguh menyedihkan. Apalagi resikonya makin besar ketika banyak yang belum divaksin.
Bisa jadi terjadi penularan massal dan mengakibatkan mimpi buruk karena kena corona berjamaah. Gara-gara alasan reuni untuk berkumpul malah terinfeksi virus covid-19. Apalagi yang tersebar di Indonesia adalah corona varian Delta yang lebih ganas karena merupakan hasil mutasi dan menyerang 2 kali lebih cepat. Apa mau seperti ini? Tepar 2 minggu gara-gara corona lalu menyesal karena nekat ikut reuni.
Oleh karena itu jangan nekat menggelar acara reuni 212, karena memang masih masa pandemi, dan tidak akan diberi izin oleh pihak kepolisian. Jangan marah saat massa dihentikan, karena aparat sedang melaksanakan tugasnya. Malah merekalah pahlawannya karena melarang kerumunan dan mencegah penularan corona.
Jika nekat mengadakan reuni maka dikhawatirkan bisa memicu serangan corona gelombang ketiga. Jangan sampai ada kemungkinan buruk seperti ini, karena bisa kacau-balau dan memperpanjang masa pandemi.
Batalkan saja rencana Reuni 212 dan jangan dilakukan, karena tidak mendapat izin, baik dari pihak kepolisian maupun pemerintah provinsi DKI Jakarta. Untuk apa nekat reuni sedangkan acara itu hanya kumpul-kumpul dan makan bersama? Ingat bahwa saat ini masih masa pandemi dan ada ancaman corona di mana-mana.
)* Penulis adalah kontributor Lingkar Pers dan Mahasiswa Cikini