Oleh : Zainudin Zidan
Editor : Ida Bastian
Pemuka agama memiliki peran penting untuk membasmi paham radikal karena mereka memiliki pengaruh yang besar di masyarakat.
Pemberantasan radikalisme masih menjadi pekerjaan rumah karena ada saja kasus terorisme dan radikalisme di masyarakat. Aparat keamanan tentu tidak bisa memantau terus selama 24 jam dan warga sipil diminta untuk turut membantu dalam mengawasi, apakah ada penyebaran radikalisme atau tidak. Peran serta mereka amat besar karena bisa mencegah tindakan-tindakan buruk terjadi.
Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Komjen Pol Boy Rafli Amar menyatakan bahwa alim ulama harus membentengi generasi muda dari paham radikal dan terorisme yang menggunakan narasi agama. Seolah-olah mereka sedang berjuang. Jadinya, para pemuda tertarik karena mereka sedang dalam masa mencari jati diri.
Komjen Pol Boy Rafli Amar menambahkan, kejahatan terorisme berawal dari idealisme kekerasan dan menentang segala bentuk perbedaan alias intoleran. Paham ini bisa menyebar dengan cepat seperti virus. Dalam artian, radikalisme harus diberantas sekarang juga karena jika dibiarkan akan menular dan merusak pikiran masyarakat, terutama generasi muda.
Mengapa harus generasi muda yang dilindungi? Penyebabnya karena kelompok radikal memang sengaja mencari kaum milenial untuk dijadikan kader, dalam rangka regenerasi. Oleh karena itu kebanyakan pengantin bom masih berusia belia, bahkan di awal 20-an. Padahal ini berbahaya karena mereka adalah calon pemimpin tetapi malah tersangkut radikalisme.
Alim ulama harus memiliki peran penting untuk mencegah radikalisme karena mereka memiliki pengaruh besar di mata masyarakat. Ketika berceramah maka akan banyak yang menurutinya, oleh karena itu buatlah teks ceramah yang santun dan anti radikal. Bukannya sebaliknya, malah menyuburkan terorisme dan radikalisme di Indonesia.
Seorang pemuka agama seharusnya paham bahaya radikalisme dan ia harus bertindak bijak, bahwa mustahil ada negara khilafah karena tidak sesuai dengan masyarakat Indonesia yang majemuk. Pancasila adalah solusi dan dengan berpancasila tidak akan meninggalkan agama karena sila pertama saja sudah berbunyi: ketuhanan yang maha esa.
Pemuka agama bisa memilih topik menarik untuk ceramah dan tidak menyinggung jihad atau radikalisme, karena sebenarnya jihad paling besar adalah menahan nafsu serta bekerja untuk keluarga tercinta. Jangan sampai lidahnya malah ia gunakan untuk menyebarkan sesuatu yang salah.
Sesungguhnya seorang pemuka agama yang sudah paham bahwa radikalisme itu salah bisa membuat ceramah yang santun dan mengena di hati pendengarnya. Alih-alih bercerita tentang perjuangan dan jihad, ia memaparkan kisah-kisah nabi, kedermawanannya, mukjizatnya, dan hal-hal yang bisa umat contoh dari kehidupannya.
Bukankah lebih enak untuk berceramah dengan memberi teladan dari kisah nabi dan sahabat-sahabatnya, daripada malah mengobarkan bendera perang dengan mencetuskan tentang kelompok radikal? Ingatlah bahwa mulutmu harimaumu. Jangan sampai seorang penceramah malah kena tulah karena ia terus-menerus memprovokasi tentang radikalisme.
Seorang pemuka agama yang handal akan lebih memilih ceramah yang santun dan mengademkan hati para pendengarnya. Saat pandemi sudah terlalu banyak keruwetan hidup manusia dan sudah seharusnya ia memberikan solusi bagi umat. Bukannya malah menghasut dan memecah-belah perdamaian di negeri ini.
Para pemuka agama memiliki peranan yang sangat penting untuk mencegah radikalisme karena ia bisa mempengaruhi masyarakat yang mendengarkan ceramahnya. Ia bisa menceritakan kebajikan dan perdamaian, alih-alih ajakan untuk jihad dan masuk kelompok radikal. Masyarakat yang awam harus dibimbing untuk memiliki kesalehan sekaligus nasionalisme, bukannya diajak jadi teroris.
)* Penulis adalah kontriburor Pertiwi Institute