Oleh : Rivka Mayangsari
Editor: Ida Bastian
Portalindonews.com – Masifnya pengguna internet di Indonesia membuka peluang bagi penyebaran ideologi dan sarana propaganda bagi pemahaman intoleran dan radikalisme. Bahaya pemahaman ini tidak hanya menyerang pada dunia nyata saja, tetapi juga pada dunia maya khususnya di media sosial. Hal tersebut disebabkan karena dengan pemanfaatan internet sebagai echo chamber, penyebaran konten-konten atau materi propaganda tersebut dapat dilakukan dengan lebih mudah. Dan yang lebih menjadi kekhawatiran bersama yakni target mereka yang merupakan generasi muda maupun anak-anak melalui media online.
Untuk mencegah dan menangkal paham intoleransi dan radikalisme agar tidak masuk khususnya ke lingkungan masyarakat dan pendidikan, Polresta Mataram NTB menggencarkan sosialisasi tentang bahaya intoleransi dan radikalisme. Beberapa sekolah dijadikan lokasi sosialisasi seperti SMPN 11 Mataram dan SMPN 2 Mataram. Kasi Humas Polres Mataram Iptu I Gusti Baktiasa mengatakan, pihaknya terus berupaya agar paham intoleransi dan radikal tidak berkembang sejak dini di tingkat lingkungan.
Selain itu, tokoh agama dan pemimpin umat juga berperan penting dalam mencegah meluasnya paham intoleran, radikalisme, dan terorisme. Menurut Sekretaris MUI Kota Bandung, Agus HD Idris pemahaman akan wawasan kebangsaan dan nasionalisme menjadi modal utama dalam mencegah radikalisme dan terorisme. Sebagai tokoh pemuka agama diharapkan terus ada upaya untuk tetap melakukan proses memperat rasa persatuan dan kesatuan.
Agus menegaskan bahwa kemajuan teknologi juga turut menghadirkan berbagai tantangan kebangsaan yang muncul dengan berbagai dimensinya. Karenanya, tokoh pemuka agama diharapkan dapat mengedepankan pemahaman yang moderat di tengah-tengah permasalahan bangsa pemahaman akan moderasi beragama menjadi hal penting. Agar toleransi bisa dijaga dan ditumbuhkan di kalangan umat beragama.
Dosen IAIN Syekh Nurjati Cirebon, K.H Marzuki Wahid menjelaskan bahwa moderasi beragama tidak hanya tentang penampilan luar atau tata cara beribadah, tetapi lebih dalam tentang sikap mental dan spiritual yang mengakui keberagaman dan menghormati perbedaan. Moderasi beragama adalah vaksin yang efektif bagi penyakit intoleransi, radikalisme, dan ekstremisme yang dapat mengancam kedamaian dan harmoni sosial.
Beberapa hal penting untuk menjadikan kampus yang moderat dan inklusif, di antaranya adalah: Keterbukaan terhadap ide, budaya, dan keyakinan yang berbeda merupakan karakteristik kunci dalam membangun kampus yang inklusif. Menghargai dan menerima perbedaan merupakan landasan untuk menciptakan lingkungan yang ramah dan menghargai keragaman.
Empati, kemampuan untuk memahami dan merasakan perspektif orang lain menjadi kunci dalam membangun hubungan yang harmonis di kampus. Dengan memiliki empati, individu dapat lebih memahami tantangan dan pengalaman yang dihadapi oleh orang lain, yang memungkinkan mereka untuk berinteraksi dengan lebih peduli dan penuh pengertian. Keadilan merupakan prinsip keadilan harus menjadi landasan dalam segala aspek kehidupan kampus, mulai dari pengambilan keputusan hingga perlakuan terhadap semua anggota komunitas.
Komitmen terhadap dialog yaitu keterbukaan untuk berpartisipasi dalam dialog yang konstruktif dan terbuka merupakan karakter yang penting dalam membangun kampus yang moderat. Kepemimpinan yang Teladan, pemimpin kampus, termasuk rektor, dekan, dan dosen, harus menjadi teladan dalam menerapkan nilai-nilai moderasi, toleransi, dan inklusivitas dalam tindakan dan keputusan mereka sehari-hari. Pemimpin yang memiliki karakteristik ini dapat menginspirasi dalam membangun lingkungan kampus yang harmonis.
Kesadaran akan dampak, memiliki kesadaran akan dampak dari kata-kata dan tindakan mereka adalah karakter yang penting bagi semua anggota kampus. Kesadaran ini membantu individu untuk mempertimbangkan efek dari perilaku mereka terhadap orang lain dan lingkungan kampus secara keseluruhan.
Keterbukaan, empati, dan dialog adalah prinsip-prinsip utama dalam membangun moderasi beragama di lingkungan kampus. Dengan memiliki sikap mental yang terbuka dan mampu merasakan perspektif orang lain, serta dengan berkomunikasi secara terbuka dan konstruktif, dapat mencegah munculnya sikap intoleransi dan ekstremisme di kalangan mahasiswa dan staf kampus. Peran kunci moderasi beragama sebagai sarana untuk mencegah konflik dan radikalisme di kalangan mahasiswa.
Direktur Pembinaan Masyarakat (Dirbinmas) Polda Sulawesi Tengah (Sutleng) Kombes Pol. Denny Jatmiko mengatakan untuk merealisasikan kehidupan masyarakat yang penuh toleransi, masyarakat turut diminta untuk proaktif dalam mencegah penyebaran radikalisme di wilayahnya masing-masing. Radikalisme merupakan salah satu ancaman yang dapat mengganggu stabilitas keamanan negara.
Perlu dilakukan upaya-upaya pencegahan agar radikalisme tidak berkembang di masyarakat. Salah satu upaya pencegahan yang dilakukan sering dilakukan aparat yakni dengan memberikan edukasi kepada masyarakat tentang bahaya radikalisme. Edukasi tersebut dilakukan melalui berbagai cara, seperti seminar, workshop, penyuluhan, bakti kesehatan, dan bakti sosial. Pentingnya juga untuk mensosialisasikan kepada keluarga dan masyarakat agar tidak mudah terpapar radikalisme.
Oleh karena itu, peran serta masyarakat dalam memerangi radikalisme dan paham intoleran serta memelihara keamanan dan ketertiban adalah tugas bersama tidak hanya aparat keamanan. Masyarakat harus proaktif dalam melaporkan kepada aparat penegak hukum apabila ada orang yang dicurigai menyebarkan radikalisme.
Penulis adalah pemerhati terorisme