Kontribusi Minyak Kelapa Sawit Indonesia Mengatasi Krisis Pangan Global

PORTALINDONEWS.COM, Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) kembali menyelenggarakan agenda tahunan yakni 18th Indonesian Palm Oil Conference and 2023 Price Outlook (IPOC 2022) pada 3-4 November 2022 di Bali.

Konferensi ini merupakan konferensi kelapa sawit terbesar di dunia dan telah menjadi acara penting bagi industri kelapa sawit Indonesia. Pada tahun ini tema yang diangkat adalah “New Landscape in World Vegetable Oil: Opportunities and Challenges for Palm Oil Industries” yang akan membahas kondisi dan situasi pasar minyak nabati dunia, update kebijakan-kebijakan terkait industri kelapa sawit Indonesia, makroekonomi, supply dan demand serta prakiraan harga minyak sawit tahun 2023.

Konferensi dihadiri oleh Menteri Pertanian Republik Indonesia, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Menteri Pertanian Rusia, Menteri Pertanian dan Kesejahteraan Petani India, Menteri Kebijakan Pertanian dan Pangan Ukraina, Wakil Menteri Pertanian Republik Rakyat Tiongkok, Duta Besar Uni Eropa untuk Indonesia, Sekretaris Jenderal CPOPC dan Ketua GAPKI.

“Merupakan suatu kehormatan bagi saya telah menjadi tuan rumah Pertemuan Menteri Pertanian G20 bulan lalu, dan saat ini juga menghadiri Konferensi Minyak Nabati yang menunjukkan komitmen kita bersama untuk mengatasi ancaman krisis pangan global.” ujar Menteri Pertanian, Syahrul Yasin Limpo.

Dari jenis-jenis minyak nabati yang ada, minyak kelapa sawit menjadi produk yang paling diminati oleh masyarakat. Perkembangan industri minyak nabati di Indonesia selama 20 tahun terakhir sangat pesat seiring dengan pertumbuhan industry kelapa sawit di Indonesia. 

“Seperti yang kita ketahui bersama bahwa Indonesia merupakan salah satu penghasil minyak kelapa sawit terbesar di dunia dengan luasan tutupan lahan kelapa sawit sebesar 16,38 juta hektar dan produksi 46,8 juta ton CPO.” jelas Menteri Pertanian.

Peran industri kelapa sawit terhadap perekonomian nasional hingga saat ini belum tergantikan. Hal ini dapat terlihat dari berbagai aspek diantaranya industri sawit sudah menyerap sedikitnya 16 juta tenaga kerja. Selain itu, industri kelapa sawit juga menciptakan kemandirian energi menggantikan bahan bakar fosil melalui biodiesel (program B20 dan B30 sebesar 9,3 juta ton pada tahun 2020) dan listrik dari 879 PKS sebesar 1.829 MW. 

“Industri sawit masih tetap menjadi andalan kinerja neraca perdagangan nasional. Hal ini tergambar dari kontribusinya yang mencapai 13,50 persen terhadap ekspor nonmigas dan menyumbang 3,50 persen terhadap total PDB Indonesia.” kata Menteri Pertanian.

Dari aspek ekspor, pada sektor pertanian komoditas kelapa sawit menjadi punggawanya untuk mendulang devisa perekonomian Indonesia. Perkebunan menjadi subsektor yang berkontribusi paling besar terhadap total ekspor pertanian. Sebesar 96,86 persen dari total nilai ekspor pertanian berasal dari komoditas perkebunan terutama kelapa sawit dengan share sebesar 73,83 persen.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik, Tahun 2021 merupakan tahun dimana ekspor minyak kelapa sawit (CPO dan turunannya) mengalami kenaikan paling tinggi selama kurun waktu 5 tahun terakhir yaitu sebesar US$ 27,6 miliar dengan pertumbuhan sebesar 58,79 persen dibandingkan tahun sebelumnya. Hal ini lah yang menjadikan kelapa sawit sebagai komoditas yang berperan penting dalam trend positif sektor pertanian dan sekaligus telah menjadikannya sebagai komoditas unggulan ekspor Indonesia. Dari total ekspor kelapa sawit tersebut, lebih dari 70 persen merupakan produk olahan CPO.

“Melalui kesempatan ini kami secara khusus menyampaikan rasa bangga kami kepada para pemangku kepentingan perkebunan kelapa sawit atas pencapaiannya sehingga Indonesia, dengan kondisi ketidakpastian saat ini, masih meningkatkan produksi dengan luas 16,38 juta hektar, mencapai 46 juta ton produksi CPO.” Sebut Syahrul Yasin Limpo.

Sesuai dengan tema The G20 Indonesia Presidensi “Recover Together, Recover Stronger” yang mencerminkan solidaritas dan komitmen G20 untuk pulih bersama dan lebih kuat dari pandemi COVID-19. Pandemi COVID-19 telah menyebabkan dampak parah terhadap ketahanan pangan dan gizi global. Masalah menjadi lebih kompleks saat ini karena tantangan tambahan seperti perubahan iklim, degradasi sumber daya alam, penyakit lintas batas. Terlebih lagi, meningkatnya ketegangan geopolitik mengganggu rantai nilai global yang berdampak pada kelangkaan pangan global dan kenaikan harga pangan. Isu ini membawa dampak negatif terhadap ketahanan pangan dan gizi global, serta pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan/ Sustainable Development Goals (SDGs).

About Adi Jakarta PortalindoNews

Check Also

Pengawasan dan Pengendalian TRANTIBUM Terus Digencarkan Satpol PP Tamansari 

Jakarta Barat, portalindonews.com – Sesuai Perda no 8 Tahun 2007 dan Surat tugas Kasatpol Nomor …