Mendukung Penanganan Wabah PMK Jelang Idul Adha

Oleh : Dian Ahadi

Editor : Ida Bastian

Wabah Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) merupakan masalah serius yang harus dihadapi jelang perayaan Idul Adha. Pemerintah pun terus berupaya menekan penyebaran kasus tersebut dengan beragam cara antara lain membentuk Satgas PMK yang perlu mendapat dukungan luas masyarakat.

Pemerintah bergerak cepat dengan membentuk Satgas PMK. Pembentukan satgas tersebut merupakan tindak lanjut dari amanat Presiden Joko Widodo untuk menyelesaikan permasalahan PMK yang kembali merebak di Indonesia.

Mengacu data Ditjen Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementan pada 24 Mei 2022, pemotongan hewan kurban tahun ini diperkirakan sebanyak 1.722.982 ekor, naik dari 2021 (1.640.935 ekor). Saat itu, disebutkan potensi ketersediaan hewan kurban tahun ini 1.731.494 ekor. Angka tersebut tediri atas 656.002 ekor sapi, 15.491 kerbau, 664.263 kambing, dan 395.839 domba.

Juru Bicara Satgas Covid-19 Prof. Wiku Adisasmito mengimbau masyarakat mematuhi aturan kebijakan Pemerintah terkait penanganan wabah PMK jelang Idul Adha 2022. Hal ini demi mewujudkan suasana Idul Adha yang khusyuk. Diharapkan jelang Hari Raya Idul Adha, masyarakat patuh dan disiplin terhadap kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah terkait PMK. Sehingga dapat menyempurnakan ibadah kurban yang khusyuk, aman dari penularan virus PMK.

Dalam upaya penanganan wabah PMK, Pemerintah telah membentuk Satgas Penanganan PMK yang dipegang BNPB. Penanganan PMK dilaksanakan sejalan dengan penanganan pandemi Covid-19, baik dari sisi protokol kesehatan, pemeriksaan, pengobatan, vaksinasi dan lain sebagainya. Pembentukan Satgas PMK dilakukan setelah Pemerintah menerbitkan Keputusan Ketua KPC-PEN Nomor 2 Tahun 2022 pada 24 Juni 2022.

Penanganan PMK, salah satunya termaktub dalam Instruksi Menteri Dalam Negeri (Inmendagri) Nomor 31 Tahun 2022 Tentang Penanganan Wabah Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) pada Hewan Ternak serta Kesiapan Hewan Kurban Menjelang Hari Raya Idul Adha 1443 H.

Inmendagri yang telah ditandatangani oleh Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian pada tanggal 9 Juni 2022 tersebut ditujukan kepada Gubernur/Wali Kota, berbunyi ;

            Memastikan keamanan dan kelancaran pelaksanaan kurban pada Hari Raya Idul Adha 1443 dengan mengambil langkah-langkah pengamanan yang berpedoman pada Fatwa Ulama Indonesia Nomor 32 Tahun 2022 tentang Hukum dan Panduan Pelaksanaan Ibadah Kurban Saat Kondisi Wabah Penyakit Mulut dan Kuku.

Fatwa MUI yang dimaksud memuat argumen MUI terkait dengan hewan yang terpapar virus PMK dengan syarat tertentu, tetap sah menjadi hewan kurban. Fatwa ini merespons merebaknya kasus PMK ni peternakan-peternakan se-Indonesia menjelang Idul Adha.

Dalam fatwa tersebut, MUI tidak hanya memuat dalil Al-Quran, hadis dan pendapat ulama klasik saja. Sebab, MUI menghadirkan pendapat dari ahli zoonosis terkait keadaan hewan terpapar PMK dan bagaimana pengaruhnya, baik terhadap daging hewan maupun bagi kesehatan manusia.

Secara spesifik, muatan hadis yang dikutip dalam Fatwa MUI terkait wabah PMK menjelaskan kriteria hewan yang tidak sah dijadikan sebagai hewan kurban. Patokan tersebut di antaranya.

            Pertama, buta sebelah matanya yang jelas kebutaanya.

            Kedua, sakit yang jelas sakitnya.

            Ketiga, Pincang yang jelas pincangnya.

            Keempat, yang kurus kering.

Selama calon hewan kurban tidak memiliki sifat di atas, hewan tersebut sah sebagai hewan kurban.

Merujuk data siagapmk.id, pada 30 Juni 2022, jumlah Kabupaten/Kota di Jawa yang tertular sebanyak 93 persen dan kecamatan tertular 70 persen. Jika diturunkan di level desa atau kelurahan, persentasenya makin kecil. Namun, data ini menunjukkan seluruh Jawa masuk zona merah.

Mengacu aturan yang ada, zona merah harus di-lockdown. Aktivitas pasar hewan ditutup, lalu lintas ternak, produk hewan dan media pembawa lain dihentikan. Masalahnya, jika pulau Jawa Lockdown dampak sosial-ekonominya akan sangat besar.

Dengan perkiraan kurban di Jawa tahun 2022 sebanyak 278.168 ekor sapi dan kerbau serta 824.929 ekor kambing dan domba, nilai ekonominya Rp 9 triliun. Itu baru pulau Jawa, belum wilayah lain. Kue ekonomi ini dinikmati peternak, pedagang (perantara, musiman), dan belantik.    

Yang tidak kalah penting, virus ini bisa menyebar lewat udara dan mampu menempuh jarak hingga 200 Km. Lalu lintas ternak, produk ternak dan media pembawa lain ke luar pulau dihentikan sementara. Saat dibuka, ternak dan produk ternak mesti dilengkapi surat keterangan kesehatan.

Lalu, harus ada karantina ternak untuk lalu lintas ternak antarpulau dan zona merah. Berikutnya, surveilans tingkat kekebalan pasca vaksinasi. Seperti pendekatan pertama, pendekatan kedua juga perlu ada kompensasi untuk ternak mati atau potong paksa.

Khusus Idul Adha, pergerakan ternak bisa saja dibuka ke luar pulau dengan wajib menyertakan surat keterangan ternak dari otoritas berwenang. Pergerakan ternak ini juga harus diikuti kepastian ternak hanya dipotong dengan tata laksana PMK.

Memang diperlukan upaya lebih keras daripada perayaan Idul Adha sebelumya, namun dengan mematuhi penanganan wabah PMK yang telah ditetapkan pemerintah, hal ini akan membawa manfaat serta keamanan untuk hewan qurban.

)* Penulis adalah kontributor Pertiwi Institute

About PORTALINDONEWS

Check Also

Pemerintah Pastikan Kebijakan Penghapusan Utang Pelaku UMKM Tepat Sasaran

Portalindonews.com, Jakarta – Pemerintah melalui Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (Kemenkop UKM) memastikan kebijakan …