Oleh : Lisa Pamungkas
Editor : Ida Bastian
Satgas Penanganan Covid-19 telah merilis aturan terbaru dengan memangkas durasi karantina dari 7 hari menjadi 3 hari bagi Pelaku Perjalanan Luar Negeri (PPLN) yang telah menerima vaksinasi booster. Aturan ini dianggap tepat karena imunitas penerima vaksin booster sudah lebih baik dan masa inkubasi varian Omicron yang lebih pendek.
Pandemi membuat semuanya berubah. Dulu kita bisa bebas bepergian ke mana aja, termasuk ke luar negeri. Akan tetapi ketika pandemi, pulang dari perjalanan luar negeri harus dikarantina terlebih dahulu agar aman dan tidak menularkan Corona, pasalnya perjalanan jauh amat rawan penularan virus covid-19. Karantina diadakan secara terpusat dan tidak boleh diganti dengan isolasi mandiri di rumah, agar lebih disiplin.
Akan tetapi ketika sudah ada program vaksinasi nasional dan ditambah dengan vaksin booster alias suntikan ketiga, peraturannya diubah. Pelaku perjalanan luar negeri, baik WNI maupun WNA, boleh karantina selama hanya lima hari, jika ia sudah mendapatkan suntik vaksin dosis kedua. Jika ia baru mendapatkan suntikan vaksin dosis pertama maka masa karantinanya tetap tujuh hari. Sementara jika sudah booster vaksin maka hanya tiga hari.
Akan tetapi walau ada perubahan aturan dan pemangkasan waktu karantina, peraturan lain masih harus ditegakkan. Tiap orang yang mendarat di Indonesia harus dites PCR. Hasilnya, baik negatif atau positif, tetap harus karantina. Penentuan ada di tes PCR yang kedua ketika masa karantina hampir habis. Jika negatif maka ia boleh pulang tetapi ketika positif harus melanjutkan lagi masa karantina hingga sembuh.
Masyarakat tak usah khawatir akan pemangkasan waktu karantina karena bukan berarti semua pelaku perjalanan luar negeri bebas begitu saja. Mereka harus taat aturan dan karantina secara disiplin. Saat ada pemangkasan waktu karantina maka bukan berarti pemerintah melonggarkan aturan secara bebas saat pandemi, karena pelaku perjalanan luar negeri masih wajib tes PCR di Indonesia, bukan di negara asalnya.
Pelaku perjalanan luar negeri juga tidak bisa protes akan tempat karantina karena merupakan standar peraturan saat pandemi. Ketika mereka tidak bisa membayar hotel sebagai tempat karantina, maka bisa mengajukan untuk pindah ke Wisma Atlet. Di sana gratis karena mendapatkan subsidi dari pemerintah. Jadi tidak ada alasan untuk tidak karantina.
Karantina adalah cara standar untuk mengetahui apakah seseorang terkena penyakit, setelah pulang dari perjalanan jauh (selain tes PCR). Jangan ada yang bilang bahwa karantina hanyalah permainan para oknum, karena sejak dulu, bahkan sebelum pandemi, sudah ada karantina bagi pelaku perjalanan luar negeri.
Buktinya adalah jamaah haji dulu wajib dikarantina sebelum berangkat ke tanah suci dan pulangnya juga demikian. Hal ini dimaksudkan apakah ia sakit atau membawa penyakit saat perjalanan. Apalagi ketika dulu belum ditemukan vaksin meningitis, maka karantina wajib hukumnya.
Oleh karena itu jangan ada yang mengelak dari kewajiban karantina. Peraturan ini bukan untuk memenjarakan kebebasan para pelaku perjalanan luar negeri. Justru mereka diselamatkan dari bahaya Corona karena jika ia positif covid pasca bepergian, akan ketahuan via tes PCR di tempat karantina.
Pemangkasan waktu karantina bukan berarti pemerintah meremehkan pandemi. Akan tetapi, sejak ada booster maka dipastikan semua yang menerima vaksin suntikan ketiga itu aman dan tidak mudah tertular Corona.
Karantina adalah cara untuk mengetahui apakah pelaku perjalanan luar negeri kena Corona atau tidak. Setelah dites PCR dua kali baru mereka boleh pulang, dengan catatan hasilnya negatif. Pemangkasan waktu karantina adalah sebuah efisiensi tetapi bukan berarti pelanggaran, karena tetap ditegakkan kedisiplinan.
)* Penulis adalah kontributor Lingkar Pers dan Mahasiswa Cikini