Oleh : Ones Yikwa
Editor: Ida Bastian
Portalindonews.com – Kehadiran pemerintah untuk Papua merupakan bentuk perhatian terhadap progres kemajuan Papua. Namun progres kemajuan tersebut kerap mendapatan gangguan dari Kelompok Separatis dan Teroris (KST) Papua, sehingga masyarakat merasa terganggu dan penolakan terhadap KST terus mengalir dari masyarakat.
Penolakan terhadap KST juga dilancarkan oleh masyarakat Distrik Kombut yang tinggal di tapal batas negara antara RI- Papua Nugini di Kabupaten Boven Digoel, Provinsi Papua Selatan. Penolakan tersebut disampaikan oleh Kepala Kampung Kombut Alfons Katem dan Ketua Adat Kampung Kombut Imanuel Wopon di hadapan Pj Gubernur Papua Selatan Dr. Ir. Apoli Safanpo, ST, MT, Danrem 174/ATW Brigjen TNI Agus Widodo, SIP, M.SI, Danlantamal XI Merauke Brigjen TNI (Mar) Gatot Mardiyanto, Danlanud Ja Dimara Merauke Kolonel Pnb Onesimus Gede Rai Aryadi, Bupati Boven Digoel Hengky Yaluwo, S.Sos, Dandim 1711/Boven Digoel Letkol Czi Agustinus Sala’pa Ressa, ST dan Komandan Satuan Tugas Pamtas Letkol Inf. Syafurddin Mutasidasi, SE.
Imanual selaku Ketua Adat secara tegas mengatakan bahwa pihaknya menolak keberadaan KST. Dirinya beralasan bahwa pihaknya ingin pembangunan serta ingin menjadikan wilayahnya semakin maju tanpa adanya gangguan dari KST yang kerap membuat masyarakat resah dan merasa tidak aman.
Ia mengaku, selama ini tidak ada KST yang ada di Kampung Kombut, namun belajar dari pengalaman beberapa tahun sebelumnya, di beberapa kampung di Boven Digoel sebagian masyarakat melakukan eksodus ke PNG karena masalah politik. Tentu saja hal tersebut tidak ingin terulang kembali.
Hal senada juga diungkapkan oleh Kepala Kampung Kombut Alfons Katem. Menutur Alfons, dirinya bersama dengan masyarakat menolak segala tindakan yang dilakukan oleh KST. Karena bagaimanapun juga NKRI adalah harga mati. Pihaknya bersama dengan aparat keamanan dalam hal ini TNI/Polri siap untuk mempertahankan tapal batas negara kesatuan republik Indonesia.
Dalam kesempatan tersebut, Alfons Katem meminta kepada pemerintah baik pemerintah daerah maupun pemerintah provinsi agar memperhatikan pembangunan di tapal batas tersebut terutama di Kampung Kombut. Pihaknya berharap agar infrastruktur jalan diperhatikan sehingga pembangunan bisa berjalan dengan baik dan berdampak pada peningkatan ekonomi masyarakat.
Masyarakat asli Papua juga diketahui tidak ingin bergaul dengan gerombolan KST, hal ini disebabkan karena KST tidak hanya menyerang aparat keamanan, tetapi juga memberikan ancaman terhadap penduduk lokal yang tidak bersalah. Wajar saja kebencian ini muncul karena KST gemar menebar teror yang membuat aktivitas masyarakat seperti jual-beli di pasar menjadi terganggu.
KST dengan modal senjata api justru tidak membuat Papua menjadi aman, tetapi justru membuat kedamaian di Papua menjadi rusak. Jika sudah seperti ini aksi penolakan serta kecaman terhadap kelompok tersebut memang perlu dilakukan. Karena menjaga keamanan di Papua merupakan tanggungjawab bersama antara masyarakat dan aparat baik TNI/Polri.
Mahfud MD selaku Menteri Koordinator (Menko) Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD mengatakan, penegakan terhadap KST perlu dilakukan, karena kelompok tersebut telah merusak harmoni di tengah-tengah kedamaian masyarakat. Hal tersebut sekaligus menjadi jawaban dari Mahfud MD untuk menjawab tudingan dari salah satu organisasi gereja yang menyebutkan bahwa pemeirntah tidak pernah membalas permintaan dialog terkait dengan penyelesaian konflik Papua.
Eksistensi KST di Papua dengan semua aksi bejadnya selama ini pasti menimbulkan rasa takut yang tak berkesudahan bagi masyarakat Papua. Tidak salah jika warga Papua meradang dan mengekspresikan kecemburuan mereka terhadap saudara-saudaranya sebangsa dan setanah air di wilayah lain yang boleh menikmati dinamika kehidupan normal tanpa rasa takut oleh serangan dadakan dari KST.
Anggota KST selalu melemparkan tuduhan mata-mata untuk dapat menyerang warga sipil. Tercatat mereka juga pernah melakukan penembakan terhadap seorang tukang ojek karena dicurigai sebagai intel Polisi. Namun tuduhan-tuduhan tersebut tidak bisa dibuktikan karena pihak kepolisian menyangkalnya. Mereka menembak orang lain secara sembarangan, padahal statusnya sama-sama orang Papua yang tinggal dan menghirup napas di bumi cenderawasih.
KST telah secara nyata menggerogoti keamanan dan kedamaian di Papua, rentetan peristiwa teror seperti pembakaran fasilitas publik dan penembakan telah membuat masyarakat Papua tidak menaruh simpati terhadap apa yang dilakukan oleh KST. Sehingga dapat dipastian bahwa masyarakat yang tinggal di Papua akan mendukung upaya aparat keamanan dari TNI/Polri dalam melindungi masyarakat dari teror yang dilancarkan oleh KST.
KST seperti kelompok pemberontak yang tidak tahu arah, pimpinan besar mereka juga tengah berada di luar negeri. Aksi yang mereka lakukan seakan seperti aksi tanpa komando, brutal dan hanya menghasilkan keonaran.
Penolakan terhadap KST tentu bukanlah aksi tanpa landasan, apalagi kelompok tersebut telah memiliki rekam jejak sebagai kelompok yang senang merusak fasilitas umum seperti bandara, puskesmas dan terminal.
Penulis adalah Mahasiswa Papua tinggal di Makassar