Oleh : Timotius Gobay
Editor: Ida Bastian
Portalindonews.com – Hingga kini, Pilot Susi Air Capt Philips Mark Mehrtrens belum juga dibebaskan oleh Kelompok Separatis Teroris (KST) pimpinan Egianus Kogoya. Meski beberapa bulan disandera, Pilot berkebangsaan Selandia Baru tersebut dikabarkan tidak tampak stres. Di sisi lain Aparat Keamanan juga berhasil melacak persembunyian KST dan Siap untuk bertempur. Upaya pembebasan juga terus dilakukan dengan melibatkan pemerintah daerah, bukan operasi militer yang banyak ditafsirkan.
Susi Pudjiastuti selaku Pemilik Susi Air marah terkait dengan penyanderaan Pilotnya oleh KST Papua. Amarah tersebut dilampiaskan saat berkomunikasi via telepon dengan pendeta Karel Phil Erari. Kemarahan tersebut disampaikan lantaran KST tak kunjung membebaskan sandera. Mereka justru menembaki pasukan keamanan TNI hingga tewas di tengah upaya negosiasi damai.
Melalui sebuah rekaman, pendeta Phil awalnya meminta Susi agar menyampaikan pesan ke Presiden Joko Widodo untuk menarik semua pasukan non-organik di Papua. Phil dalam rekamannya mengatakan bahwa dirinya minta pimpinan gereja di pedalaman harus bertindak, pihaknya akan dampingi mereka bicara dengan Egianus Kogoya agar melepaskan Capt Philips Mehrtrens.
Susi lantas merespons pernyataan tersebut sembari mengungkapkan rasa heran atas permintaan penarikan pasukan TNI. Ia menjelaskan bahwa pasukan TNI yang ditembaki oleh KST adalah pasukan pengevakuasi, bukan pasukan penyerang. Dalam kesempatan itu pula Susi secara terang-terangan mengaku marah dengan kejadian tersebut.
Susi mengklaim bahwa selama ini dirinya tidak pernah berbuat jahat kepada masyarakat Papua. Justru ia banyak membantu warga mulai dari memberikan makanan, obat-obatan, hingga akses pendidikan. Apalagi Susi Air merupakan maskapai yang melayani penerbangan perintis di wilayah ujung timur Indonesia yang sudah melayani penerbangan selama hampir 20 tahun.
Phil yang merupakan tokoh Gereja Papua tersebut mengaku marah dan malu karena ulah KST yang menewaskan anggota TNI. Ia turut berduka kepada anggota keluarga prajurit yang meninggal dunia dalam misi penyelamatan Mehtrens. Usai mendengar kemarahan Mantan Menteri Perikanan tersebut, Phil berjanjin pihaknya akan menyusun rencana untuk melakukan pertemuan dengan perwakilan KST. Pihaknya juga akan meminta KST agar membebaskan Philips Mehrtrens dalam kondisi selamat.
Sementara itu, Satgas Gabungan TNI yang terdiri dari personel Peleton Intai Tempur, Batalyon 411 Kostrad, Satgas Elang, didukung oleh aparat lain dari Satgas Damai Cartenz Polri berhasil melumpuhkan markas Kelompok Separatis Teroris (KST) di Kampung Matoa, Kenyam, Ibukota Kabupaten Nduga.
Penyergapan oleh Satgas berawal dari hasil analisa tim gabungan yang melibatkan satuan tugas intelijen gabunan, untuk menyikapi berbagai gangguan keamanan dan serangan terhadap masyarakat di Papua Tengah dan Papua Pegunungan selama rangkaian kegiatan HUT RI-78. Berbekal data tersebut, maka SATGAS gabungan mulai mengintai dan menjejak aktivitas beberapa orang bersenjata yang sedang menyiapkan serangan di Kampung Matoa, sekitar tiga kilometer dari Kenyam, Ibukota Kabupaten Nduga.
Setelah pengintaian selama beberapa hari dan diyakinkan bahwa kelompok tersebut memang bagian dari KST Papua, pelaku gangguan keamanan selama HUT RI ke-78 yang sedang menyiapkan serangan ulang, maka operasi penyergapan dilaksanakan.
Saat Satgas Gabungan berhasil merangsek masuk disekitar honai untuk penangkapan, ternyata terjadi perlawanan, sehingga kontak tembak terjadi. Beberapa anggota KST melarikan diri, tiga anggota KST tewas, serta tidak ada korban dari pihak aparat. Dari hasil identifikasi, tiga orang anggota yang tewas adalah KST Nduga, yaitu Ganti Dwijangge, Arigeba Kogoya dan Worak.
Satgas Gabungan membawa banyak sekali barang bukti milik KST yang tertinggal di lokasi, yaitu ratusan amunisi, 5 senapan angin, 2 parang, 3 sangkur, 3 buah magazine senjata SS, 1 helm level III, 3 smartphone, 5 HP Polyphonic dan uang puluhan juta rupiah.
KST yang sedang berada di Kampung Matoa ini memang terkenal meresahkan dan memiliki keterlibatan dalam aksi kejahatan serta gangguan keamanan di pegunungan Papua. Merekalah yang menyerang dan membunuh tiga warga sipil di mana dua di antaranya merupakan masyarakat asli Papua dari suku Biak di ampung Yasoma, JL Batas Batu, Kenyam.
Aparat keamanan baik dari TNI, Polri dan BIN telah berada dalam kekuatan maksimal untuk bertempur dan menumpas KST yang selama ini menimbulkan keresahan dengan banyaknya aksi sadis yang mereka lakukan.
Seluruh tindakan dan aksi yang dilakukan oleh KST sudah sangat mengganggu bagi kedaulatan NKRI dan juga telah banyak menelan korban jiwa bahkan aparat juga turut menjadi korban. Oleh karena itu sama sekali tidak boleh dibiarkan dan harus sesegera mungkin dihentikan.
Berbagai ulah yang dilakukan oleh KST telah melahirkan kerusakan dan merusak kedamaian, menumpas KST tentu saja membutuhkan kekuatan serta strategi. Di sisi lain KST juga harus membebaskan Pilot Philip Mark, karena pesawat perintis yang kerap terbang ke Papua justru kerap membawa logistik dan obat-obatan.
Penulis adalah Mahasiswa Papua tinggal di Gorontalo