- Oleh : Abdul Hamid
Editor : Ida Bastian
Penangkapan anggota jaringan Negara Islam Indonesia (NII) di beberapa daerah belakangan ini menujukkan bahwa penyebaran radikalisme masih berlangsung. Masyarakat diminta untuk selalu waspada dan bersinergi untuk membendung paham terlarang tersebut.
Indonesia sudah merdeka selama 75 tahun. Dalam menjaga kedaulatan bangsa maka sebagai warga negara yang baik, kita wajib untuk mempertahankan nasionalisme. Selain itu, masyarakat juga wajib untuk menghindari radikalisme dan terorisme, karena paham ini bisa menghancurkan bangsa dan menggusur demokrasi di Indonesia.
Pendiri NII Crisis Center Ken Setiawan menyatakan bahwa masyarakat harus tetap waspada akan aksi radikalisme dan terorisme. Jangan terjebak akan isu intoleransi karena intoleran adalah akar dari radikalisme. Biasanya intoleransi akan diarahkan ke sikap anti pemerintah.
Saat ini anggota kelompok radikal karena makin licik dalam menghasut masyarakat. Mereka membaur dan seolah-olah menjadi orang biasa, padahal diam-diam menyebarkan radikalisme. Caranya adalah dengan memprovokasi masyarakat agat membenci pemerintah dan lama-lama pikirannya digiring agar menyetujui terbentuknya negara khilafah.
Apalagi di masa pandemi, kelompok radikal juga menghasut masyarakat agar tidak menuruti berbagai aturan dari pemerintah. Misalnya protokol kesehatan dan pemakaian masker, mereka beralasan bahwa Corona tidak ada. Itu hanya penyakit dari negara musyrik sehingga tak usah dipercaya dan tak usah taat protokol kesehatan. Jangan sampai banyak yang teracuni oleh hasutan jahat seperti ini karena taruhannya adalah nyawa.
Kelompok radikal juga intoleran dan menghasut masyarakat untuk ikut intoleran. Mereka memang sengaja melakukannya agar terjadi kekacauan sosial di Indonesia. Padahal sikap intoleran amat berbahaya karena bisa memantik isu SARA (suku, agama, ras, dan antar golongan) sehingga wajib diberangus.
Oleh karena itu masyarakat memang harus waspada akan radikalisme dan tidak boleh meremehkannya, karena paham ini berbahaya dan bisa mengacaukan sistem sosial di Indonesia. Jangan sampai banyak warga yang teracuni oleh radikalisme, jadi pembenci pemerintah (padahal mereka telah menerima bansos dan berbagai bantuan dari pemerintah), dan akhirnya menyetujui negara khalifah.
Untuk memberantas radikalisme maka kita wajib meningkatkan radar sensitivitas. Saat bergaul dengan tetangga atau orang baru memang wajib bersikap ramah tetapi lihat dulu siapa dia. Jika dia mengajak untuk melawan pemerintah dan membuat negara khilafah, maka sudah pasti radikal. Jauhi dia pelan-pelan karena pemikirannya berbahaya.
Menjauhi orang yang radikal bukan berarti pilih-pilih teman, melainkan menjauhkan diri sendiri dari marabahaya. Kita tidak tahu seberapa radikal teman tersebut. Bisa saja ia masuk dalam Daftar Pencarian Orang (DPO) dan anggota kelompok teroris sehingga memang lebih baik dijauhi.
Cara memberantas radikalisme juga dengan mengajarkannya di sekolah-sekolah. Para murid dididik untuk lebih memiliki rasa nasionalisme. Mereka juga dikenalkan seperti apa radikalisme dan bahayanya. Sehingga jika ternyata kenal dengan anggota kelompok radikal, akan menolak ajakannya mentah-mentah.
Memberantas radikalisme juga bisa dilakukan di dunia maya. Jangan share berita sembarangan apalagi dengan judul fantastis, bisa jadi itu hanya click-bait atau hoax yang sengaja dibuat dan disebar oleh kelompok radikal. Waspada akan akun-akun radikal dan langsung laporkan saja ke polisi siber agar kemudian di-take down.
Radikalisme masih ada di Indonesia dan kita harus tetap waspada agar tidak terseret dalam arus radikal. Jangan sampai tak sengaja menyebarkan radikalisme karena asal share berita di media sosial atau grup Whatsapp (WA) dan periksa dulu kebenarannya. Jangan pula asal bergaul karena anggota kelompok radikal sudah menyebar ke mana-mana.
)* Penulis adalah kontributor Pertiwi Institute