Kontroversi Peraturan Menteri PPKS Dalam Kepemimpinan Menteri Pendidikan Nadiem Makarim

Penulis Abimanyu

PORTALINDONEWS.COM, JAKARTA – Menteri Nadiem Makarim dilantik pada 23 Oktober 2019 sebagai Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Riset dan Teknologi pada kabinet Indonesia Maju di era Presiden Jokowi. Banyak perubahan kontroversial yang dilakukan Menteri Nadiem dari penghapusan Ujian Nasional (UN) sampai diterbitkannya Peraturan Menteri (Permen) No. 30 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Pelecehan Seksual (PPKS) di Lingkungan Perguruan Tinggi. 

Kepemimpinan yang digunakan oleh Nadiem Makarim memiliki dasar legitimate power (kekuatan legitimasi), karena dia merupakan menteri yang diangkat oleh Presiden dengan kewenangannya. 

Menurut Robbins dan Judge (2008, 2:139), legitimasi adalah suatu cara mengandalkan posisi kewenangan seseorang atau menekankan bahwa sebuah permintaan selaras dengan kebijakan atau ketentuan organisasi. 

Lebih jelasnya, kekuatan legitimasi ini merupakan kekuasaan yang bersumber dari hal atau kewenangan resmi dalam organisasi. Di dalam tulisan ini sendiri, akan dibahas tentang gaya kepemimpinan Menteri Nadiem Makarim dalam menerbitkan aturan kebijakan berdasarkan penerbitan Permen No. 30 Tahun 2021.

Kontroversi Permendikbud Ristek No. 30 Tahun 2021

 Keberadaan Permen No.30 Tahun 2021 ditetapkan pada tanggal 31 Agustus 2021 oleh Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi Nadiem Makarim. Hal ini menimbulkan polemik, karena terdapat 5 butir poin yang dianggap bermasalah. 5 butir poin tersebut adalah:

1. Permen No. 30 Tahun 2021 banyak menyedot perhatian karena isinya diduga mengandung konten kontroversial tentang melegalkan perilaku seks bebas. Permendikbud Ristek ini dinilai sebagian kalangan merupakan cara yang sangat progresif dalam mengatur upaya pencegahan dan penanganan kekerasan seksual terhadap korban tentang persetujuan (consent). Peraturan ini dengan spesifik menyebutkan bahwa kekerasan seksual merupakan bentuk dari perbuatan yang tidak memiliki persetujuan (consent) dari kedua belah pihak. Kontroversi ini muncul karena adanya kata “persetujuan” yang menimbulkan makna legalisasi terhadap perbuatan seks bebas jika terdapat persetujuan dari kedua belah pihak.

2. Upaya pencegahan kekerasan seksual di perguruan tinggi berdasarkan Permen ini menimbulkan banyak sekali pro dan kontra. Nadiem Makarim menegaskan, dengan terbitnya Permen tersebut, dia tidak lantas mendukung seks bebas. Tujuan dikeluarkannya Peraturan Menteri tersebut adalah agar dapat mencegah terjadinya kekerasan seksual di lingkungan perguruan tinggi. Kekerasan jenis ini merupakan kekerasan yang dilakukan tanpa persetujuan korban berdasarkan asas perlindungan untuk menghindari kekerasan dan pelecehan seksual.

3. Terdapat 1 pasal yang kontroversial dalam Permen ini, yaitu pasal 5 Ayat (1) dan (2). Berikut bunyi dari pasal yang dimaksud:

Pasal 5 Ayat (1) dan (2)

1. Kekerasan Seksual mencakup tindakan yang dilakukan secara verbal, non fisik, fisik, dan/atau melalui teknologi informasi dan komunikasi.

2. Kekerasan Seksual sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:

a. memperlihatkan alat kelaminnya dengan sengaja tanpa persetujuan Korban.

b. mengambil, merekam, dan/atau mengedarkan foto dan/atau rekaman audio dan/atau visual Korban yang bernuansa seksual tanpa persetujuan Korban.

c. mengunggah foto tubuh dan/atau informasi pribadi Korban yang bernuansa seksual tanpa persetujuan Korban.

d. menyebarkan informasi terkait tubuh dan/atau pribadi Korban yang bernuansa seksual tanpa persetujuan Korban.

e. membujuk, menjanjikan, menawarkan sesuatu, atau mengancam Korban untuk melakukan transaksi atau kegiatan seksual yang tidak disetujui oleh Korban.

f. menyentuh, mengusap, meraba, memegang, memeluk, mencium dan/atau menggosokkan bagian tubuhnya pada tubuh Korban tanpa persetujuan Korban.

g. membuka pakaian Korban tanpa persetujuan Korban.

4. Bagi perguruan tinggi yang tidak melaksanakan Permendikbud Ristek No.30 Tahun 2021 ini, akan diberikan sanksi penurunan akreditasi. Sanksi ini terdapat pada Pasal 19 yang berbunyi: 

Perguruan Tinggi yang tidak melakukan Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual dikenai sanksi administratif berupa:

a. penghentian bantuan keuangan atau bantuan sarana dan prasarana untuk Perguruan Tinggi; dan/atau

b. penurunan tingkat akreditasi untuk Perguruan Tinggi.

Hal ini merupakan bentuk keseriusan Nadiem Makarim dalam menangani kasus kekerasan seksual di lingkungan kampus. Dengan adanya bentuk sanksi seperti ini, setiap kampus akan benar-benar merasakan upaya yang direalisasikan oleh pemerintah dalam menangani kasus kekerasan seksual, khususnya di lingkungan perguruan tinggi.

5. Kata kontroversi pada Permen ini mendapatkan tanggapan dari Komisi Nasional Hak Asasi Manusia. Dimana Komnas HAM menanggapi bahwa kata “Persetujuan” pada Permen ini bisa dianggap sebagai faktor penting dalam membuktikan kasus pelecehan yang terjadi berdasarkan ada atau tidaknya unsur eksploitasi dari satu pihak kepada pihak lain. Jika kondisi yang terjadi adalah kedua belah pihak sama-sama mau, maka hal ini tidak termasuk kedalam kasus kekerasan seksual, melainkan masuk kedalam bentuk perzinahan yang sudah diatur pada ketentuan lain di luar Permendikbud Ristek No. 30 Tahun 2021.

*Tipe Kepemimpinan Yang Digunakan Oleh Menteri Nadiem Makarim Dalam Penerbitan Permendikbud Ristek No. 30 Tahun 2021*

Menteri Nadiem Makarim memiliki gaya kepemimpinan yang transformasional dan inovatif. Dimana beliau memiliki sejuta ide kreatif dan inovatif yang dikeluarkan melalui inovasi-inovasinya selama menjadi menteri. Gaya kepemimpinan ini mengacu kepada pembaharuan metode, produk, layanan, teknik, atau ide yang digunakan untuk bisa memenuhi kebutuhan individu atau organisasi sebagai cara dalam pemecahan masalah yang terjadi. 

Dr. Gamal Albinsaid dalam seminar Motivator Muda Mendunia menjelaskan jika kepemimpinan yang inovatif merupakan karakter yang berorientasi kepada pembangunan nilai, standar, dan dikerjakan secara menyeluruh guna melahirkan produk atau ide kreatif yang berguna bagi kelanjutan ekosistem organisasi.

Dengan gaya kepemimpinan ini, Nadiem menggunakannya sebagai landasan dalam penerbitan Permendikbud Ristek No. 30 Tahun 2021. Mengapa Menteri Nadiem Makarim dapat dikatakan sebagai pemimpin yang inovatif dengan mengeluarkan Permen ini? Alasannya jelas karena Permen ini merupakan perlindungan bagi korban kekerasan dan pelecehan seksual yang memiliki jumlah kasus terbanyak pada sektor pendidikan, khususnya di lingkungan kampus. Hal ini dibuktikan berdasarkan riset yang dilakukan oleh Komnas Perempuan pada tahun 2020 yang menghasilkan angka 27 persen kekerasan seksual terjadi di lingkungan perguruan tinggi. 

Kasus kekerasan dan pelecehan seksual juga terjadi peningkatan dimana pada tahun 2020 sebesar 2400 kasus menjadi 2500 kasus pada tahun 2021. Dari riset dan data yang ada, Menteri Nadiem Makarim memperlihatkan inovasinya terhadap pembuatan payung hukum yang dapat melindungi para korban kasus kekerasan dan pelecehan seksual di lingkungan kampus.

Dalam perumusan Permendikbud Ristek No. 30 Tahun 2021 ini tipe kepemimpinan yang diterapkan secara dominan oleh Menteri Nadiem Makarim adalah kepemimpinan yang visioner. 

Nadiem Makarim menetapkan pengesahan Permen ini didasarkan kepada banyaknya kasus kekerasan dan pelecehan seksual yang terjadi di lingkungan kampus. Oleh karena itu, beliau merumuskan Permen ini dengan tujuan dapat mencegah kasus-kasus berikutnya terjadi serta dapat melindungi para korban pelecehan dan kekerasan seksual dengan lebih maksimal. 

Dalam implementasinya pun, Menteri Nadiem Makarim menggunakan tipe kepemimpinan demokratis dan partisipatif. Hal ini terlihat dari peran Nadiem Makarim dalam membuka ruang diskusi terhadap implementasi pelaksanaan Permen ini ditengah-tengah masyarakat. Beliau membuka sesi komunikasi dua belah pihak antara dirinya dengan berbagai kalangan yang menciptakan situasi pro dan kontra terhadap Permen ini. Dengan begitu, ruang demokrasi di dalam sistem pemerintahan Indonesia tetap berjalan sebagaimana mestinya.

Menteri Nadiem Makarim adalah pemimpin inovatif yang dikenal dengan gaya kepemimpinannya yang berperspektif pada gender. Ia telah mengeluarkan Permen No. 30 Tahun 2021 yang merupakan kebijakan yang menitikberatkan pada kesetaraan gender. 

Selain itu, Nadiem telah melakukan upaya memperjuangkan kesetaraan gender di kampus. Tindakannya telah menunjukkan langkah maju yang besar dalam memberantas tindakan kekerasan seksual yang merajalela di kampus. Langkah Nadiem dan Kemendikbud patut diapresiasi, karena mereka telah membuka langkah awal penghapusan tindak kekerasan seksual. Nadiem harus menjadi panutan bagi para pemimpin sektor publik dalam melihat kesetaraan gender sebagai sesuatu yang harus diperjuangkan. Sebab, pemimpin yang berperspektif gender sangat penting untuk menciptakan iklim politik yang tidak diskriminatif, inklusif, dan ramah perempuan. (Red)

 

 

 

 

 

 

 

About Adi Jakarta PortalindoNews

Check Also

Pemerintah Pastikan Kebijakan Penghapusan Utang Pelaku UMKM Tepat Sasaran

Portalindonews.com, Jakarta – Pemerintah melalui Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (Kemenkop UKM) memastikan kebijakan …